Dugaan Illegal Logging di Sariak Bayang, Gubernur Sumbar dan Bupati Pessel Ikut "Menyiram Bensin"
Solok, PATRONNEWS.co.id – Dugaan Illegal Logging pasca penyegelan aktivitas penebangan hutan di Sariak Bayang, Nagari Simpang Tanjung Nan Ampek, Kecamatan Danau Kembar, Kabupaten Solok, oleh Tim Balai Penegakan Hukum Kehutanan (Gakkum) bersama Anggota DPRD Kabupaten Pesisir Selatan Novermal Yuska, pada Kamis (7/8/2025), kian memanas dan melebar kemana-mana. Bahkan, Gubernur Sumbar Mahyeldi Ansharullah dan Bupati Pessel Hendrajoni, dinilai ikut "menyiram bensin", yang membuat situasi panas makin berkobar.Sebelum Novermal Yuska dan Gakkum Kehutanan Sumatera, melakukan penyegelan pada 7 Agustus 2025 lalu, Bupati Pesisir Selatan Hendrajoni, ternyata sebelumnya sudah mengirim surat ke Gubernur Sumbar dengan Nomor: 100/435/BPT-PS/VII-2025 tanggal 14 Juli 2025. Dalam surat tersebut, Bupati Hendrajoni meminta Pemprov Sumbar menertibkan aktivitas penebangan hutan di Kabupaten Solok, karena rasa akan merusak lingkungan dan membahayakan masyarakat Kabupaten Pesisir Selatan.
Hanya atas surat tersebut, Gubernur Sumbar Mahyeldi Ansharullah mengambil kesumpulan sendiri dan ikut menyatakan bahwa pihak Syamsir Dahlan sebagai pihak yang bersalah. Mahyeldi mengirim surat ke Menteri Lingkungan Hidup RI, cq. Dirjen Pengelolaan Hutan Lestari, dengan Nomor 522.2/2193/DISHUT-2025 tanggal 30 Juli 2025, perihal Peninjauan Kembali dan Penutupan Hak Akses SIPUHH pada PHAT Syamsir Dahlan di Kabupten Solok.
Kini, perseteruan antara pengusaha kayu asal Solok, Budi Satriadi yang merupakan bagian dari pemilik areal Penguasaan Hak Atas Tanah (PHAT), Syamsir Dahlan, kian memanas dan berujung ke ranah hukum pidana. Budi Satriadi resmi melaporkan Novermal Yuska dan Dirjen Gakkum Kehutanan ke Polda Sumbar dengan dua laporan polisi sekaligus. Laporan terhadap Dirjen Gakkum Kemhut tercatat dengan Nomor: LP/B/165/VII/2025/SPKT/POLDA SUMATERA BARAT, tanggal 17 Agustus 2025. Sementara itu, pengaduan terhadap Novermal Yuska telah lebih dahulu dilayangkan ke Polda Sumbar pada tanggal 28 Juli 2025.
"Saya punya izin resmi, yakni SIPPuH (Surat Izin Pemanfaatan dan Pengangkutan Hasil Hutan). Usaha ini legal dan saya mengikuti seluruh mekanisme dan aturan yang berlaku," ungkapnya.
Novermal Dinilai Bertindak di Luar Kewenangan
Aksi Novermal yang ikut menginisiasi penyegelan menuai kontroversi. Publik menilai sikap legislator Pesisir Selatan itu sebagai bentuk tindakan di luar kewenangannya sebagai Anggota DPRD Kabupaten Pesisir Selatan. Sementara, lokasi kejadian berada di Kabupaten Solok. Bahkan, aksi Novermal juga berada di luar Daerah Pemilihan (Dapil)-nya. Novermal merupakan Anggota DPRD Pessel dari Dapil IV yang meliputi Kecamatan Ranah Pesisir dan Kecamatan Linggo Sari Baganti. Sementara, wilayah yang dinilai terancam, berada di Dapil II, yang meliputi Kecamatan Bayang, Kecamatan Bayang Utara, Koto XI Tarusan dan Kecamatan IV Nagari.
Selain itu, sorotan juga mengarah ke Novermal yang dianggap menutup mata terhadap kerusakan hutan di wilayahnya sendiri.
"Bagaimana mungkin sibuk ke daerah orang, sementara ratusan hektar hutan di daerahnya sendiri rusak?," sindir sejumlah kalangan.
Bahkan, sebelum penyegelan dilakukan, Novermal diduga telah melakukan penggiringan opini publik melalui akun media sosial pribadinya di Facebook dan Instagram. Beberapa unggahannya dinilai bernuansa provokatif dan menyudutkan pihak tertentu tanpa melalui mekanisme dialog resmi.
Menanggapi polemik tersebut, Novermal menyatakan bahwa kepentingannya murni soal lingkungan.
"Saya hanya berkepentingan dengan dampak lingkungan. Kalau ada jaminan bahwa tidak ada dampak, saya tidak persoalkan, dan saya ikhlas bila saya harus masuk penjara," ujarnya.
Budi Satriadi: Pajak Besar, Kontribusi Nyata
Sementara itu, Budi Satriadi menegaskan usahanya tidak hanya berizin, tapi juga berkontribusi besar pada pendapatan daerah melalui pajak. Mantan Calon Bupati Solok 2024 lalu tersebut, bahkan menyebut masalah yang menimpanya tak lepas dari ketidakmampuan Sekda Kabupaten Solok, Medison, S.Sos, M.Si dalam memahami kondisi lapangan sehingga menimbulkan konflik.
Tak hanya itu, klaim Budi atas kepemilikan tanah ulayat kaum Syamsir Dahlan seluas 1.000 hektare juga memicu diskusi hangat di berbagai kalangan. Apalagi rekam jejaknya sebagai kontestan Pilkada Solok 2024 semakin menambah bumbu politik dalam kasus ini.
Sekda Medison: Saya Hanya Diperintah Bupati
Dihubungi terpisah, Sekda Kabupaten Solok, Medison, S.Sos, M.Si menegaskan dirinya sama sekali tidak terlibat dalam persoalan penyegelan tersebut.
"Saya tidak ada urusan dengan itu. Awalnya saya hanya diperintah Bupati untuk menerima tamu dari Dirjen Penegakan Hukum Kementerian Kehutanan, dan mendampingi Pak Novermal menemui Kapolres Solok. Itu saja, tidak lebih," tegas Medison.
Alam Bukan untuk Ditukar Uang
Namun dari sisi lain, pengamat lingkungan Nusatria mengingatkan bahwa kerusakan alam tidak bisa dibenarkan hanya dengan dalih kontribusi pajak.
"Keseimbangan alam harus dijaga. Bencana akibat kerusakan hutan bisa menelan korban jauh lebih besar daripada uang yang masuk kas daerah," ujarnya.
Sementara itu, Ketua DPC Partai Demokrat Solok Ismael Koto, SH menilai meskipun izin usaha memiliki kekuatan hukum, tetap perlu dikaji ulang jika aktivitasnya berpotensi mengancam keselamatan manusia.
"Jangankan izin usaha, undang-undang pun bisa diamandemen bila terbukti berdampak negatif," tegasnya.
Ismael juga mengomentari pendekatan Novermal yang kontroversial.
"Benar pula opini yang diusung oleh Novermal terkait kerusakan alam di hulu sungai yang berpotensi berdampak bencana, namun tidak mencerminkan cara yang elok dan baik dalam pelaksanaannya. Mestinya tokoh politik lebih mencerminkan adab daripada sekadar ilmunya," ungkap Ismael Koto.
Sebelumnya, Anggota DPRD Pesisir Selatan Novermal Yuska bersama Tim Balai Penegakan Hukum Kehutanan, justru melakukan penyegelan lokasi pada Kamis, 7 Agustus 2025. Saat itu, Tim Gabungan yang dipimpin oleh Kepala Balai Penegakan Hukum Kehutanan Wilayah Sumatera, Hari Novianto, menyegel aktivitas penebangan hutan di areal Penguasaan Hak Atas Tanah (PHAT) milik Syamsir Dahlan, di Jorong Sariek Bayang, Nagari Simpang Tanjung Nan Ampek, Kecamatan Danau Kembar, Kabupaten Solok, Kamis (7/8/2025). Meski lokasi PHAT berada di Kabupaten Solok, Anggota DPRD Kabupaten Pesisir Selatan, Novermal Yuska, ikut serta melakukan penyegelan. Novermal yang merupakan politisi Partai Amanat Nasional (PAN) Kabupaten Pesisir Selatan ini, meminta pihak berwenang, termasuk Pemkab Solok, segera menghentikan penebangan di hulu Batang Bayang secara permanen. Novermal juga mendesak untuk dilakukan rehabilitasi kawasan dan pengembalian status lahan menjadi kawasan hutan suaka alam.
"Kami meminta kegiatan ini dihentikan total, dilakukan pemulihan kawasan, dan diambil langkah-langkah antisipasi untuk mencegah bencana lingkungan," ujarnya.
Novermal Yuska, mengapresiasi respons cepat dari Kementerian Kehutanan dan Pemerintah Kabupaten Solok terhadap laporan masyarakat Pesisir Selatan.
"Meskipun lokasi berada di Kabupaten Solok, dampaknya langsung dirasakan masyarakat di Bayang, Pesisir Selatan. Ini menyangkut keselamatan masyarakat di hilir Sungai Batang Bayang. Alhamdulillah, laporan kami ditindaklanjuti dengan cepat," katanya.
Penyegelan aktivitas penebangan hutan di areal Penguasaan Hak Atas Tanah (PHAT) atas nama Syamsir Dahlan ini dilakukan Balai Gakkum Kehutanan Sumatera setelah menerima laporan serta atensi dari Pemerintah Kabupaten Solok mengenai dugaan pembalakan liar yang berdampak pada kerusakan lingkungan di kawasan tersebut. Dalam kegiatan penyegelan tersebut, turut hadir Sekretaris Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Solok Herman Hakim, Kapolsek Danau Kembar Iptu Mulyadi, Camat Danau Kembar Mawardi Z, , Satpol PP Kabupaten Solok, Dinas Kominfo Kabupaten Solok, Perwakilan Dinas Kehutanan Sumbar, dan Sejumlah pejabat dari OPD terkait.
Kepala Balai Gakkum Kehutanan Wilayah Sumatera, Hari Novianto menyampaikan bahwa hasil pemeriksaan awal menunjukkan indikasi kuat pelanggaran terhadap kaidah perlindungan lingkungan.
"Dari hasil pemeriksaan sementara, kegiatan penebangan kayu di lahan PHAT milik Syamsir Dahlan menunjukkan pelanggaran serius. Pembukaan jalan dan banyaknya tebangan kayu berpotensi menimbulkan bencana. Karena itu, hari ini kami lakukan penyegelan untuk menghentikan seluruh aktivitas sampai pemeriksaan lanjutan selesai," jelasnya.
Penyegelan dilakukan melalui pemasangan Plang Peringatan Resmi dari Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Kehutanan di lokasi kegiatan. Hari menambahkan bahwa penyegelan ini merupakan langkah awal penegakan hukum yang akan dilanjutkan dengan pemeriksaan dokumen, pemanggilan saksi, serta proses penyelidikan lebih lanjut.
"Kami mengajak semua pihak, termasuk masyarakat, untuk bersama-sama mendukung proses ini. Aktivitas yang terjadi sudah sangat meresahkan dan membahayakan warga di hilir," tegasnya.
Sebelum dilakukan penyegelan, rapat koordinasi telah digelar antara Kepala Balai Gakkum Wilayah Sumatera dan jajaran Pemerintah Kabupaten Solok. Rapat ini menindaklanjuti instruksi Bupati Solok, Jon Firman Pandu, yang memberikan perhatian serius terhadap laporan dan pemberitaan mengenai penebangan hutan di Sariek Bayang.
Rapat dipimpin oleh Sekretaris Daerah, Medison, dilanjutkan dengan pertemuan bersama Kapolres Solok, sebelum tim gabungan menuju langsung ke lokasi aktivitas penebangan.
Perlu diingat, pembalakan hutan (illegal logging) di Kabupaten Solok adalah sesuatu yang sangat sering terjadi. Bahkan, Bupati Solok saat ini Jon Firman Pandu, SH, merupakan mantan narapidana pembalakan hutan (illegal logging). Sehingga, setiap maju di kontestasi Pemilihan Legislatif (Pileg) dan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), Jon Firman Pandu selalu melakukan pengumuman di media cetak, bahwa dirinya adalah seorang mantan terpidana illegal logging.
Dengan ikutnya Anggota DPRD Kabupaten Pesisir Selatan dalam penyegelan di kawasan yang diduga terjadi pembalakan hutan ini, membuka peluang bagi Anggota DPRD atau pihak-pihak lain dari luar Kabupaten Solok, untuk melakukan hal serupa. Seperti dari Kota Solok, Kabupaten Solok Selatan, Kabupaten Sijunjung, Kabupaten Dharmasraya, Kota Sawahlunto hingga Kabupaten Tanah Datar. (*/PN-001)
Post a Comment