News Breaking
Live
wb_sunny

Breaking News

Pemko Solok Bersikeras Tidak Mau Membayar Proyek Rehab Pagar Pasaraya Solok

Pemko Solok Bersikeras Tidak Mau Membayar Proyek Rehab Pagar Pasaraya Solok

Pemko Solok Digugat ke Pengadilan Terkait Proyek Rehab Pagar Pasaraya Solok
Proyek Selesai, Uang Rekanan Tidak Dibayar
Sejarah baru terkait proyek pembangunan di Kota Solok, Sumatera Barat tercipta. Pemko Solok, digugat oleh rekanan pada proyek rehab pagar Pasaraya Solok. Proyek dengan mekanisme penunjukan langsung (PL) yang dikerjakan oleh CV Insan Cita Company, akhirnya bermuara ke ranah hukum, setelah dilakukan berbagai upaya dan mediasi. Bersuluh matahari, bergelanggang mata orang banyak, Pemko Solok tidak kunjung membayar proyek yang telah selesai pada Juli 2018 lalu tersebut. Meski, proyek dengan nilai Rp 199 juta tersebut telah diterima dan dinyatakan selesai oleh Dinas Perdagangan, Koperasi, Usaha Kecil Menengah (UMKM) Kota Solok. Kasus ini, juga "mengusik" prediket status opini keuangan Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) yang diraih Pemko Solok tiga tahun berturut-turut. 
SOLOK - Sidang perkara gugatan rekanan proyek rehab pagar Pasaraya Solok, CV Insan Cita Company, ke Pemko Solok memasuki agenda duplik oleh Pemko Solok, di Pengadilan Negeri Solok, Kamis (23/4/2020). Sidang perkara perdata nomor 1/Pdt.G/2020/PN-Slk, dari Pemko Solok diwakili para Kuasa Hukum dari Bagian Hukum Setda Kota Solok, yakni Edrizal, SH, MM, Fitra Heldi, SH, MH, dan Dezy Eka Suri, SH.

Dalam pembacaan duplik, para Kuasa Hukum Pemko Solok menyatakan tetap pada pendirian dan menyangkal semua pendapat, dalil, tuntutan dan segala sesuatu yang dikemukakan penggugat. Para kuasa hukum juga meminta majelis hakim yang terdiri dari Hakim Ketua Aldarada Putra, SH, dengan Hakim Anggota Afdil Azizi, SH, M.Kn dan Zulfanurfitri, SH, menolak gugatan para penggugat terhadap proyek Rehab Pagar Pasaraya Solok, yang telah selesai dikerjakan rekanan CV Insan Cita Company pada Juni 2018, namun tidak dibayar Pemko Solok hingga tahun 2020 ini. Yakni pembayaran proyek senilai Rp 199 juta dan kerugian inmateril selama hampir dua tahun, yang jumlahnya mencapai total Rp 499 juta.

Dalam pembacaan duplik, Pemko Solok melalui kuasa hukumnya dari Bagian Hukum Setda Kota Solok, menyatakan surat perintah kerja (SPK) nomor 8/SPK/DPKUKM/2018, hanya ada hubungan antara penggugat I, Eko Febrianto, Direktur CV Insan Cita Company, dengan tergugat II Dedi Asmar (saat itu Kepala Dinas Koperasi, Perindustrian, Perdagangan, Usaha Kecil Menengah/Koperidag UKM Pemko Solok) dan Hernenti Saher, SH (saat itu Kabid Pasar Dinas Koperidag UKM Pemko Solok). Sementara Penggugat II, Rino Afriadi, pemodal sekaligus pelaksana proyek, dinilai tidak punya hubungan dengan gugatan ke Pemko Solok.

"Asas-asas umum pemerintahan yang baik, tidak harus dibuktikan dengan pembayaran prestasi kepada penggugat. Dalam DPA pekerjaannya adalah Rehab Pagar Pasaraya, sementara dalam SPK Nomor 8/SPK/DPUKM/2018 adalah Pembuatan Taman. Karena itu, kami meminta majelis hakim untuk menolak gugatan penggugat untuk seluruhnya atau setidak-tidaknya menyatakan gugatan penggugat tidak dapat diterima (niet onvankelijk verklaard)," ungkap Kabag Hukum Pemko Solok, Edrizal, SH, MM dalam duplik di PN Kota Solok, Kamis (23/4/2020).

Menanggapi duplik dari Pemko Solok ini, Penggugat II, Rino Afriadi selaku pemodal sekaligus pelaksana proyek tersebut, menyatakan memang telah terjadi penzaliman kepada dirinya. Yakni proyek yang sudah selesai dikerjakan sesuai dengan SPK, dan telah dilakukan serah terima dengan panitia penerima hasil pekerjaan, oleh Badan Keuangan Daerah (BKD) Kota Solok tidak dibayarkan. Rino Afriadi mengaku tidak habis pikir, mengapa proyek yang sudah sudah dikerjakan dan telah dilakukan serah terima, justru ditolak oleh BKD, yang sifat dan kewenangannya adalah di bidang administrasi keuangan, bukan di bidang teknis.

"Teknis pekerjaan menurut kami, bukan kewenangan BKD. Kami justru mempertanyakan apakah di Pemko Solok, BKD Kota Solok juga mempunyai kewenangan teknis terhadap proyek. Sebab, setahu kami BKD wewenangnya adalah di bidang keuangan. Bukankah tugas dan kewenangan masing-masing aparatur sipil negara (ASN) sudah diatur dengan jelas di bidang tugasnya masing-masing. Misalnya oleh Permendagri atau Perwako dan aturan-aturan lainnya," ungkapnya.

Rino juga mempertanyakan prediket Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) yang diraih Pemko Solok tiga tahun berturut-turut. Sementara, ada proyek yang telah dikerjakan oleh rekanan, namun tak kunjung dibayar oleh Pemko Solok selama hampir dua tahun. Rino mempertanyakan mengapa hal ini bisa luput dari pemeriksaan BPK dan Kota Solok dinyatakan meraih WTP, bahkan hingga tiga tahun berturut-turut.

"Kami tidak mau menilai pola administrasi dan pemerintahan di internal Pemko Solok. Sebab, itu bukan kewenangan kami. Yang jelas, kami hanya fokus menuntut hak kami sebagai rekanan. Proyek sudah selesai dikerjakan sesuai SPK dan dokumen teknis, kemudian pekerjaan itu telah dilakukan serah terima. Tapi oleh BKD, pekerjaan itu ditolak dan tidak dibayar. Perlu diingat, kami ini rekanan, bukan pekerja sosial yang menyumbang tenaga dan uang ke Pemko Solok," ujarnya.

Rino juga menyatakan, setelah hampir dua tahun tak dibayar, dirinya kini tidak memiliki cukup modal untuk mengerjakan proyek-proyek lain. Baik di Kota Solok, maupun di daerah-daerah lain. Menurutnya, Pemko Solok telah berbuat zalim terhadap pihaknya.

Sebelumnya, rekanan proyek, CV Insan Cita Company, melalui Direkturnya Eko Febrianto, serta Rino Afriadi, selaku pelaksana dan pemodal proyek, tidak menerima "penzaliman" yang dilakukan Pemko Solok. Sebab, proyek yang telah selesai hampir dua tahun lamanya, tak kunjung diberikan haknya. Eko dan Rino sebagai penggugat I dan penggugat II, menuntut Pemko Solok beserta jajaran terkait, secara perdata dengan perihal wanprestasi atau ingkar janji, dengan Nomor perkara: PERDATA No. 1/PDT.G/2020/PN.SLK, yang didaftarkan pada 16 Januari 2020.

"Ini sebuah penzaliman kepada kami. Proyek tersebut sudah selesai dikerjakan sesuai dengan dokumen kontrak. Tapi, setelah hampir dua tahun lamanya, proyek tersebut tak kunjung dibayar. Kami adalah rekanan, bukan pekerja sosial. Apalagi, pekerjaan itu adalah proyek pembangunan yang didanai oleh APBD Kota Solok. Bagi kami, jumlah Rp 199 juta tersebut, bukan jumlah yang kecil. Karena membuat sejumlah proyek yang seharusnya kami laksanakan di tempat lain, pendanaannya menjadi tersendat," ungkap Rino Afriadi.

Pada gugatan wanprestasi tersebut, Eko dan Rino menggugat Walikota Solok Zul Elfian Dt Tianso sebagai Tergugat I. Kemudian, Drs. Dedi Asmar, selaku Pengguna Anggaran (PA) yang saat itu adalah Kadis Koperindagkop UKM Kota Solok sebagai Tergugat II. Selanjutnya, Hernenti Saher, SH, selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) yang saat itu adalah Kabid Pasar Dinas Koperindagkop UKM Kota Solok sebagai Tergugat III. Kemudian Kepala Badan Keuangan Daerah (BKD) Kota Solok yang saat itu dijabat Harli Diliryo, SE, sebagai Tergugat IV.

Pekerjaan Rehab Pagar Pasaraya Solok didapatkan CV Insan Cita Company, setelah memasukkan dokumen penawaran paket dengan kualifikasi Nomor: 45/CV.ICC/2018 tanggal 14 Mei 2018. Dokumen ini, berdasarkan pengumuman atau undangan pengadaan dari Dinas Perdagangan Koperasi UKM Kota Solok Nomor: 47a/PPBJ/DisdagkopUKM/V/2018. Penggugat kemudian memasukkan harga penawaran pada tanggal 21 Mei 2018, dan selanjutnya PPK mengeluarkan Surat Penujukan Penyedia Barang/Jasa kepada CV Insan Cita Company dengan Nomor: 56/PPBJ/DisdagkopUKM/V/2018 tanggal 28 Mei 2018.

Karena telah melengkapi persyaratan administrasi dan dinyatakan sebagai pihak yang mengerjakan proyek tersebut, CV Insan Cita Company memulai pekerjaan setelah mendapatkan Surat Perintah Kerja (SPK), dengan nomor SPK: 8/SPK/DPKUKM/2018. SPK ini, ditandatangani di atas materai oleh Direktur CV Insan Cita Company Eko Febrianto, Pengguna Anggaran (PA) Drs. Dedi Asmar, dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Hernenti Saher. Masa pekerjaan proyek terhitung sejak tanggal 30 Mei 2018 hingga 28 Juli 2018 atau masa pengerjaan 60 hari kalender. Dalam SPK itu juga ditegaskan jika pekerjaan tidak bisa diselesaikan tepat waktu karena kesalaham dan kelalaian penyedia, diwajibkan membayar denda permilion (Permil) atau 1/1000 dari nilai SPK untuk tiap hari kalender keterlambatan.

Pada tanggal 19 Juli 2018, CV Insan Cita Company ternyata sudah merampungkan proyek tersebut, atau lebih cepat 9 hari dari batas akhir waktu penyelesaian, yakni tanggal 28 Juli 2018. Hal itu dibuktikan dengan ditandatanganinya Berita Acara Serah Terima Hasil Pekerjaan dengan Nomor: 518/BASTHP/DPKUM/2018 oleh Tim Penerima Hasil Pekerjaan. Artinya, CV Insan Cita Company berhak atas pembayaran termyn 95 persen dari harga proyek. Bahkan, keesokan harinya pada 20 Juli 2018, Drs. Dedi Asmar sebagai Pengguna Anggaran (PA), telah menerbitkan Surat Perintah Membayar Langsung dengan Nomor: 0051/SPM-LS/DPKUKM/VI-2018.

Saat segalanya berjalan sesuai rencana, dan pihak CV Insan Cita Company tinggal menunggu transfer dana di rekeningnya, masalah tiba-tiba muncul. Dana tersebut ternyata tidak pernah masuk ke rekening perusahaan, serta tanpa pemberitahuan dari para tergugat. Saat ditelusuri, ternyata di hari yang sama, tanggal 20 Juli 2018, Badan Keuangan Daerah (BKD) Kota Solok telah menerbitkan Surat Penolakan Membayar (SPM) dengan Nomor: 900/002/BKD-2018, yang ditandatangani Harli Diliryo, SE sebagai Pejabat Pengelola Keuangan Daerah, serta Kuasa BUD, Fistralianof, SE. Dalam surat penolakan itu, dijelaskan dua hal, yakni pekerjaan dinilai BKD tidak sesuai dengan nomenklatur dokumen pelaksanaan anggaran (DPA). Serta pekerjaa itu tidak sesuai dengan uraian perkerjaan dalam Surat Perintah Kerja (SPK) Nomor: 8/SPK/DPUKM/2018. BKD Kota Solok menilai, proyek tersebut bukan rehab pagar, tapi pembuatan taman.

"Surat dan isi surat dari BKD tersebut, sungguh mengada-ada. Pertama, BKD itu mengatur dan mengelola keuangan. Tidak ada kewenangannya menilai aspek teknis proyek. Kedua, tidak ada kata-kata 'pembuatan taman' dalam uraian Surat Perintah Kerja (SPK). Dari mana pihak BKD mendapatkan persepsi bahwa proyek yang kami kerjakan, adalah taman. Dari mana kata-kata kata itu. Apakah BKD sudah punya tugas kewenangan menilai aspek teknis proyek? Sebagai rekanan, tentu saja kami hanya mengerjakan yang sesuai dengan spesifikasi dan rambu-rambu dalam SPK," ujarnya.

Para penggugat kemudian menghubungi Hernenti Saher, untuk menanyakan duduk persoalan tersebut. Hernenti Saher menyatakan bahwa masalah pembayaran merupakan wewenang Dedi Asmar. Saat mereka menghubungi Dedi Asmar menanyakan kejelasan tersebut, Dedi Asmar menurut Rino, justru menyatakan bahwa hal tersebut adalah wewenang dari Walikota Solok, yakni Zul Elfian.

Saat persoalan itu "dimuarakan" ke Walikota Solok Zul Elfian oleh Dedi Asmar, para penggugat kemudian memberanikan diri menemui langsung sang Walikota. Akhirnya, Zul Elfian mengumpulkan pihak-pihak terkait membahas permasalahan ini secara khusus. Hasilnya, disepakati bahwa pembayaran akan dilakukan pada APBD Perubahan 2018.

Namun, di APBD Perubahan 2018, para penggugat tidak juga menerima pembayaran. Saat masalah ini kembali ditanyakan ke Walikota Zul Elfian, lagi-lagi Zul Elfian kembali mengumpulkan pihak terkait. Hasil pertemuan kedua tersebut, memutuskan bahwa pembayaran akan dilakukan di APBD 2019. Tapi ternyata, para penggugat tidak juga menerima pembayaran dari APBD 2019. Saat ditemui kembali, kejadian sama, yakni pertemuan dengan pihak-pihak terkait kembali digelar, keputusan tetap serupa seperti sebelumnya. Yakni, kembali dijanjikan di APBD Perubahan 2019.

"Kejadian dan janji yang sama terjadi berulang-ulang. Bahkan, pada bulan Desember 2018, kami kembali menemui Tergugat II (Drs. Dedi Asmar) untuk menanyakan perihal pembayaran. Tapi, jawabannya tidak sesuai dengan hasil pertemuan dengan Walikota dan pihak terkait yang telah dilakukan berulang kali tersebut. Beliau menyatakan dan bersikeras tidak bisa membayarkan, dengan alasan telah berkonsultasi dengan Penyidik Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Polres Solok Kota. Menurutnya, jika dibayarkan akan terindikasi korupsi. Tapi saat kami minta bukti konsultasi tersebut, Tergugat II tidak bisa menunjukan, dan justru pergi menghindar," ujarnya.

Karena tidak ada itikad baik, serta tidak dibayarnya pekerjaan tersebut, akhirnya para mendaftarkan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri Solok dengan Nomor: 1/PDT.G.2020/PN.SLK tanggal 16 Januari 2020. Dalam gugatannya, para penggugat menuntut secara materil dan inmateril. Kerugian materil berupa pembayaran nilai pekerjaan sebesar Rp 199 juta. Sementara, kerugian inmateril selama ini telah dikeluarkan pemggugat untuk menutupi hutang modal kerja dan memoerjuangkan hak penggugat sampai perkara ini masuk ke pengadilan. Jumlahnya ditaksir mencapai Rp 300 juta. Sehingga, total tuntutan materil dan inmateril sebesar Rp 499 juta.

Sejak perkara ini didaftarkan, para penggugat dan tergugat sudah menjalani delapan kali sidang. Yakni dimulai pada 13 Februari 2020, lalu sidang dengan agenda mediasi sebanyak tiga kali. Yakni pada 20 Februari, 24 Februari dan 5 Maret. Sidang keempat pada 26 Maret agenda pembacaan gugatan. Sidang jawaban gugatan pada 9 April. Sidang replik digelar pada 16 April dan sidang duplik pada 23 April. Setelahnya, akan dilanjutkan dengan sidang alat bukti, saksi, kesimpulan dan sidang vonis.

"Sangat melelahkan. Tapi apa bisa dikata. Di saat tidak ada upaya dan itikad baik, tidak ada cara lain. Kami harus memperjuangkan hak. Kami mohon doa restu seluruh masyarakat. Semoga keadilan dan hak-hak kami bisa dipenuhi. Ini juga menjadi pelajaran berharga bagi kami ke depannya," ungkapnya. (PN-001)

Tags

Newsletter Signup

Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus error sit voluptatem accusantium doloremque.

Post a Comment