Masuk Tiga Besar Seleksi JPT di Agam, Dua Pejabat Pemko Solok Dicopot dari Jabatan
SOLOK - Belum genap enam bulan menjabat sebagai Walikota Solok periode 2021-2026, Zul Elfian, SH, M.Si memberhentikan dua pejabat Pemko Solok dari jabatan tinggi pratama. Hal itu tertuang dalam Keputusan Walikota Solok Nomor 188.45-389-2021. Kedua pejabat yang diberhentikan itu adalah Drs. Dedi Asmar sebagai Kepala Dinas Lingkungan Hidup, dan Drs. Asril, MM, sebagai Kepala Dinas Perhubungan. Pencopotan ini, merupakan kali kedua setelah sebelumnya Zul Elfian juga mencopot Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPM PTSP), Erlinda Syamsu Rahim, jelang Pilkada Kota Solok 2020 lalu.Dalam surat yang ditandatangani oleh Walikota Zul Elfian itu, terdapat dua pertimbangan yang menjadi alasan pemberhentian dua pejabat tersebut. Pertama, berdasarkan hasil seleksi terbuka calon pejabat tinggi pratama di Kabupaten Agam, Dedi Asmar dan Asril lulus tiga besar. Padahal, meski sudah lulus tiga besar, tidak ada jaminan pejabat tersebut bakal dilantik. Kedua, Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (Baperjakat) menggelar sidang pada 28 Juli 2021, membahas usulan pemberhentian pejabat itu, dengan Berita Acara nomor R.823/06/BPJK-2021.
Usai dicopot dari jabatannya, Dedi Asmar dan Asril ditempatkan sebagai staf di Bagian Umum Sekretariat Daerah Pemko Solok, dengan jabatan Analis Kemasyarakatan. Pencopotan Dedi Asmar dan Asril menjadi puncak dari "pengerdilan" dua pejabat tersebut. Setelah sebelumnya Dedi Asmar dan Asril dicopot kewenangannya sebagai Pengguna Anggaran (PA) di OPD-nya masing-masing. Bahkan sebulan lalu, mobil dinas Asril BA 31 P, juga ditarik oleh Pemko Solok.
PA Dicabut
Dalam Surat Keputusan (SK) Walikota Solok nomor 188.45-935-2020 tanggal 16 Desember 2020, sebanyak empat Sekretaris OPD yang ditunjuk sebagai PA adalah Sekretaris Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), Sekretaris Dinas Perhubungan (Dishub), Sekretaris Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora), dan Sekretaris Dinas Lingkungan Hidup (DLH).
Walikota Solok menunjuk Hendrizal, SH, MM, sebagai PA di Bappeda Kota Solok, kewenangan yang sejatinya diemban Jonnedi, SH, MM. Di Dinas Perhubungan, kewenangan Kadishub Drs. Asril, MM sebagai PA, diberikan kepada Drs. Azrul yang menjabat Sekretaris Dishub. Pada Dinas Pemuda dan Olahraga, Drs. Dodi Osmon tidak mendapatkan kewenangan sebagai PA, karena kewenangannya diberikan kepada Drs. Mursal, Sekretaris Dispora. Di Dinas Lingkungan Hidup, kewenangan sebagai PA diberikan kepada Musyanti, SE, Sekretaris DLH yang "menggantikan" kewenangan Drs. Dedi Asmar.
Meski kewenangannya dikerdilkan, tidak ada reaksi dari empat Kepala OPD tersebut. Baik berupa tuntutan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), maupun ke legislatif (DPRD Kota Solok). Hal ini diakui sejumlah Anggota DPRD Kota Solok. Bahkan dari tanggal SK (16 Desember 2020), hingga saat ini, sudah berjalan lebih dari 3 bulan.
"Hingga saat ini, secara kelembagaan, belum ada laporan ataupun pengaduan dari empat kepala OPD tersebut ke DPRD Kota Solok. Tentu, kita harus memiliki dasar yang kuat untuk memanggil atau mempertanyakan kebijakan Walikota Solok tersebut. Jika empat Kepala OPD itu tidak merasa dirugikan, tentu kami tidak bisa berbuat banyak," ujar Deni Nofri Pudung, Ketua Badan Kehormatan (BK) DPRD Kota Solok.
Terpisah, Walikota Solok periode 2005-2010 dan Bupati Solok 2010-2015, Drs. Syamsu Rahim, justru menilai hal ini dengan tajam. Menurutnya, hal ini merupakan bentuk penyalahgunaan wewenang. Syamsu Rahim menegaskan, pemberian kewenangan seperti penunjukan PA ini, harus dengan alasan yang kuat.
"Hal ini sudah semena-mena dan zalim, serta sudah mengerdilkan jabatan Kepala OPD. Seharusnya, sebagai birokrat dan pamong senior, Zul Elfian harusnya tahu bagaimana menjalankan birokrasi. Coba bayangkan, bagaimana psikologi empat kepala dinas tersebut, saat kewenangannya diberikan ke bawahannya sendiri. Harus ada alasan yang kuat untuk melakukan ini. Misalnya, para Kepala OPD itu berhalangan tetap seperti sakit parah, terjerat masalah hukum dan halangan-halangan serius lainnya," ujarnya.
Syamsu Rahim yang juga pernah menjadi Ketua DPRD Kota Sawahlunto sebelum menjadi Walikota Solok, juga meminta DPRD Kota Solok bertindak. Menurutnya, DPRD Kota Solok mestinya sudah memakai fungsi pengawasan (control) terhadap jalannya pemerintahan di Pemko Solok, meski belum ada laporan dari empat Kepala OPD tersebut.
"DPRD bisa menggunakan hak angket, hak interpelasi, bahkan memanggil Walikota Solok secara langsung. Dengan menggunakan fungsi pengawasan yang melekat di legislatif untuk mengawasi eksekutif. Atau, DPRD Kota Solok dan Pemko Solok sudah sama-sama "sejalan" untuk melanggar aturan dan berbuat semena-mena," ujarnya.
Sementara itu, Walikota Solok Zul Elfian saat dicoba dikonfirmasi via telepon seluler, hingga berita ini diturunkan, tidak menjawab telepon.
Sebelumnya, pada Juni 2020 lalu, Walikota Solok, Zul Elfian, SH, M.Si, Dt Tianso, mencopot Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu, Erlinda, S.Sos. Istri dari mantan Walikota Solok periode 2005-2010, Syamsu Rahim tersebut, di-nonjob-kan dengan alasan tidak loyal terhadap pimpinan. Pencopotan tersebut, berdasarkan Surat Keputusan Nomor: 188.45-482-2020 tertanggal 8 Juni 2020, tentang Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil Dalam Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama.
Namun, pencopotan tersebut diduga sarat kepentingan politik dan dinilai melanggar Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016, Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota.
Pada pasal 71 Ayat 2 UU itu berbunyi: "Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota dilarang melakukan penggantian pejabat 6 (enam) bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan akhir masa jabatan kecuali mendapat persetujuan tertulis dari Menteri. Serta Surat Bawaslu RI Nomor SS 2012/K.Bawaslu/PM.00.00/12/2019 tentang Instruksi Pengawasan Tahapan Pencalonan Pemilihan Tahun 2020 Kepada Bawaslu Daerah yang Melaksanakan Pilkada.
Meski keputusan PTUN telah keluar, eksekusi keputusan bakal sulit dilakukan. Karena saat ini, Erlinda, S.Sos sudah dalam status pensiun sebagai pegawai negeri sipil (PNS). Pasalnya, saat dicopot sebagai Kepala DPM PTSP Kota Solok, umur Erlinda, S.Sos sudah 58 tahun 4 bulan. Sesuai dengan aturan kepegawaian, umur maksimal menjadi PNS adalah 58 tahun, terkecuali bagi yang memiliki status sebagai pejabat tinggi pratama, umur maksimal adalah 60 tahun. Keputusan Walikota Solok yang tetap mengurus proses pensiun, di saat kasus ini sedang bergulir di PTUN, sangat disayangkan pihak Erlinda.
"Ini merupakan sebuah penzaliman. Karena, saat proses gugatan, Walikota Solok tetap memproses tahapan pensiun klien kami. Artinya, Walikota Solok sama sekali tidak menghormati proses hukum yang sedang berjalan," ungkap Zulkifli, SH, MH, kuasa hukum Erlinda.
Disebut Tidak Loyal
Sebelumnya, karena dicopot dari jabatannya, mantan Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPM PTSP) Kota Solok, Erlinda Syamsu Rahim melawan! Istri dari mantan Walikota Solok (periode 2005-2010) dan mantan Bupati Solok (periode 2010-2015), Syamsu Rahim tersebut, menggugat Walikota Solok Zul Elfian, SH, M.Si, Dt Tianso, ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), Senin (29/6/2020). Gugatan ini, terdaftar di PTUN Padang, dengan nomor PTUN.PDG-062020VXM dan registrasi nomor 10/G/2020/PTUN.PDG.
Di samping menggugat ke PTUN, Erlinda bersama kuasa hukumnya, Zulkifli, SH, MH, juga melaporkan hal ini ke Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN). Erlinda menyatakan dirinya melakukan "perlawanan" terhadap Walikota Solok Zul Elfian, demi harga diri karena merasa telah diperlakukan dengan zalim. Yakni dicopot dari jabatannya tanpa alasan dan tanpa teguran sebelumnya. Menurut Erlinda, dirinya mendapatkan surat pemberhentian sebagai Kepala DPM PTSP Kota Solok secara mendadak.
"Dalam SK Nomor 188.45-482-2020 tertanggal 8 Juni 2020 itu, saya diberhentikan karena dinilai tidak loyal terhadap pimpinan. Loyal seperti apa? Selama ini, saya bekerja dengan sungguh-sungguh, sehingga DPM PTSP Kota Solok selalu mendapatkan nilai B+. Jika saya salah, semestinya Walikota Solok memberikan pembinaan atau memberikan teguran terlebih dahulu sesuai dengan aturan ASN jika saya memang ada melakukan kesalahan. Pemberhentian seorang pejabat harus berdasarkan evaluasi kinerja dan pola karier, bukan sebaliknya memberhentikan seorang ASN hanya karena pertimbangan suka dan tidak suka. Kepala Daerah tentunya harus bisa membina para ASN yang dipimpinnya karena ASN tersebut memiliki fungsi sebagai pelaksana kebijakan publik dan pelayan publik. Jelas, ini merupakan sebuah penzaliman," ungkap Erlinda.
Dalam Peraturan Daerah (Perda) Kota Solok Nomor 1 Tahun 2008, tentang Etika Pemerintahan Daerah Kota Solok, kata "loyal" termuat di Pasal 15 yang berbunyi: "Loyal dalam tugas dan kewajiban, dan mengutamakan kepentingan tugas dan tanggung jawabnya". Pada bagian penjelasan Perda No.1 Tahun 2008 tersebut, dijabarkan bahwa loyal dalam tugas dan kewajiban berarti mengutamakan tugas dan kewenangan dalam pelayanan masyarakat, dan tidak meninggalkan atau mengabaikan tanggung jawab yang berkaitan dengan tugasnya, atau tidak mendahulukan kepentingan lain. (PN-001)
Post a Comment