Safei, Pengabdi Literasi Asal Pariaman di Manokwari, Papua Barat
Safei, S.Pd, Guru SM3T Asal Pariaman di Manokwari, Papua BaratPengabdi Pendidikan di Negeri Mutiara Hitam
Gelar sarjana yang disandang akan membuat bangga orang yang meraihnya. Namun, jadi dilema bila pendidikan tinggi ternyata belum mengantarkan seseorang ke jalan kesuksesan. Seperti itu yang pernah dirasakan Safei, alumni UNP Padang yang sekarang mengabdi sebagai guru di Manokwari Papua Barat ini. Sudah lima tahun ia mengabdi di negeri Mutiara Hitam itu. Bagaimana pengalaman Safei?MANOKWARI - Selesai diwisuda pada 2011, Safei langsung "gamang". Dengan gelar sarjana yang disandang, Safei mengisi waktu luang, sambil menunggu mendapat pekerjaan yang entah kapan didapat, dengan mengolah kebun. Melihat dirinya mondar mandir d kebun setiap hari, membuat hati Safei tersayat. Dalam pikirannya, orang tuanya tentu sangat bersedih. Sebab, setelah selesai kuliah, anaknya belum juga bekerja.
"Saya tahu persis, banyak sarjana di negeri ini, hatinya menangis karena merasa mendapat cemooh setelah selesai wisuda dan nyatanya menganggur. Apalagi di negeri ini nilai kesuksesan itu dipandang dari uang dan materi yang diperoleh. Mindset ini membuat rendahnya penghargaan orang-orang terhadap aksi-aksi sosial non profit, karya seni, dan enteng memandang ide, gagasan, serta suara kaum muda," terang putra kelahiran Pariaman 26 Juli 1986 itu.
Safei pun mengaku, saat selesai wisuda tentu ia tidak ingin dibiayai lagi oleh orang tuanya. Ia melakukan pekerjaan serabutan. Mulai dari membantu dosen di kampus hingga menyambi menjadi wartawan di salah satu koran harian di Padang.
"Saya sering meninggalkan KTP dan HP di kios bensin hingga tidur di mushala POM bensin karena dompet kosong, saya berprinsip tidak ingin menggantungkan hidup kepada orang lain. Kalau ada saya makan, kalau tidak ada saya tahan," kenang Safei bercerita mengenang beratnya masa-masa pasca wisuda.
Saat kukiah di UNP, Safei aktif di UKM jurnalistik. Dalam benaknya, pernah terniat ingin menjadi wartawan olahraga. Apalagi, tulisannya sering dimuat di berbagai surat kabar harian di Padang. Semisal Harian Singgalang, Haluan, Padang Ekspres. Bahkan di Tabloid Bola, dirinya pernah juga ditawarkan menjadi wartawan Bola kontributor Sumbar.
"Sempat saya berfikir menjadi wartawan, khususnya wartawan olahraga. Namun waktu membawa saya jadi guru. Meski, hingga saat ini, saya tetap mencintai dunia wartawan," ujar Safei yang pernah bergabung dengan Surat Kabar Kampus Ganto UNP semasa kuliah.
Perjalanan Safei menjadi guru di Manokwari dimulai saat ia ditawarkan oelh salah seorang dosennya di kampus. Dari penuturan Safei, dosen tersebut sedih melihat hidupnya tidak karuan selesai wisuda, padahal dirinya dinilai aktif saat kuliah.
"Saat di Fakultas Ilmu Keolahragaan (FIK UNP), saya pernah menjadi Ketua Hima, BPM, dan menyelenggarakan seminar-seminar nasional serta mendirikan tabloid kampus di fakultas. Saya tamat kuliah cukup lama, yakni 6 tahun, melihat keaktifan semasa kuliah tersebut sehingga saya diusulkan ikut program SM3T. Singkat cerita, ternyata saya lulus dan diberangkatkan ke Aceh Selatan pada Desember 2011. Saya mengikuti semua rangkaian program ini dengan predikat baik dan lolos jadi PNS jalur khusus tahun 2015. Kemudian saya dapat penugasan di Papua Barat," ujar Safei.
Berbekal pengalaman juralistik saat di kampus itu membuat Safei menjadi guru yang cukup aktif di Papua. Keakrabannya dengan dunia tulis menulis, buku, dan literasi membuatnya menjadi salah satu guru yang pernah diundang jadi pembicara dalam lokakarya Hari Guru Sedunia 2018 yang diadakan Lembaga PBB, Unesco, di Jakarta. Langkah tersebut dimulai Safei dengan memaksimalkan potensi yang sudah ia miliki sejak dari kampus.
"Saya diminta membantu komunitas literasi di Manokwari, yakni Noken Pustaka. Ya, karena passion saya di sana saya lakukan sebaik mungkin. Alhamdulillah saya pernah membantu komunitas tersebut sampai meraih penghargaan dari Kemendikbud, yaitu TBM Kreatif-Rekreatif terbaik tahun 2018," terang Safei mengenang pengalaman bersama komunitas yang pernah diundang di Program Mata Najwa Metro TV tersebut.
Safei pun mengakui, bahwa kerjasama dan timlah yang membuat Taman Bacaan Masyarakat (TBM) tersebut mendapat pengakuan dari banyak pihak. Banyak relawan serta donatur yang membantu untuk menjalankan program gerakan literasi dengan mengantarkan buku ke anak-anak di desa terpencil tersebut. Selain keterampilan menulis yang dimiliki, Safei juga mahir melukis. Saat masih bergabung dengan SKK Ganto UNP, Safei merangkap sebagai kariakturis di sana menggantikan kartunis Adjie (Fefri Rusji) yang sekarang jadi owner Distro Tangkelek.
"Kemampuan menggambar tersebut tidak saya sia-siakan, saya menulis buku anak di Papua. Pernah karya ilustrasi saya juara sayembara buku bacaan anak yang diadakan oleh Badan Bahasa Papua. Hal yang paling berkesan adalah saat saya lolos sebagai peserta Teachers Super Champ yang diadakan KPK di Nusa Dua, Bali tahun 2017. Saya merasakan tidur di hotel berbintang dengan latar belakang alam Pulau Bali. Sepulangnya, saya juga dikasih laptop, karena lolos seleksi karya melukis kartun gerakan anti korupsi," ujar Safei.
Terakhir Safei menjadi kontibutor komik program Kominfo dengan Pustaka Bergerak Indonesia. Komik tersebut dicetak Kominfo dan dibagikan ke tiga ribu lebih TBM di Indonesia.
Menurut Safei menjadi guru di Papua itu sangat menantang. Di Papua ini sangat berbeda dengan sekolah-sekolah di Jawa dan Sumatera.
"Di Papua kita akan dihadapkan banyak dilema. Situasi keamanan yang tidak menentu, konflik bisa pecah kapan saja, bahkan tiap tahun, saya juga tidak menyangkal hasil riset yang menyebut kualitas pendidikan di wilyah timur tertinggal. Karena itu, keberadaan TBM, komunitas literasi, rumah pintar cukup memberikan kontibusi sebagai pendidikan informal anak di luar sekolah.
Mencintai tanah Papua seperti kampungnya sendiri di Pariaman, Safei bahkan rela "menghibahkan" rumahnya di Manokwari menjadi Taman Bacaan. Di rumah tersebut banyak buku dan menyelenggarakan pembelajaran informal.
"Saya sudah menjadi guru. Ini sudah dunia saya. Jadi saya terjun sebagai guru di sekolah maupun di tengah masyarakat, saya juga mencari donasi buku, menyalurkannya ke tempat lain, serta membuat taman baca di rumah, programnya bisa bimbingan membaca, belajar membuat komik, syukurlah istri saya, Mellya Sartika, juga alumni PAUD, ia juga mendukung," terang Safei.
Mengenang saat-saat sulit di Manokwari, bagi Safei sebenarnya kondisi masyarakat di Manokwari hampir sama dengan daerah lain. Namun, ia tetap was-was saat terjadi kekacauan.
"Tahun 2019 mungkin tahun yang sulit saya lupakan. Selama saya di sini (Manokwari) baru saat itu kekacauan paling menegangkan. Saat itu, saya hanya mengunci diri di kamar bersama istri dan anak saya, Fatih. Jalanan penuh dengan api dan asap. Orang-orang melempar toko-toko dan rumah warga, ada juga yang diteror dan warungnya dibakar. Pokoknya menakutkan. Puncaknya saat peristiwa Wamena tidak lama setelah itu, rasanya saya mau pulang," kenang Safei.
"Namun, saya kemudian menyadari bahwa ini sudah risiko hidup dan pekerjaan. Saya sudah memutuskan untuk mengabdi di sini. Saya berusaha memberikan yang terbaik semampu saya, bila memang suatu saat saya juga sudah merasa lelah, saya juga ingin balik kanan dan gulung tikar, pulang kampung. Tapi, saat ini saya sangat nyaman disini (Manokwari, Papua Barat)," tutup Safei, pemilik aku Facebook Safei Ricardo Desima itu sambil tertawa lepas. (PN-001)
Cuciricullum vitae:
Nama : Safei
TTL : Pariaman, 26 Juli 1986
Pendidikan : S1 FIK UNP BP 2005
Tamat : 2011
Istri : Mellya Sartika
Anak : Fatih
Post a Comment