RBA RSUD Arosuka Solok Diduga Bermasalah, DPRD Segera Gelar RDP
SOLOK - Rencana Bisnis dan Anggaran (RBA) Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Arosuka, Kabupaten Solok, Sumbar tahun 2021 diduga bermasalah. Sejumlah program dan belanja yang dilakukan oleh RSUD Arosuka selama 2021, seperti ventilator dan lain-lain, diduga tidak sesuai dengan aturan.Ketua DPRD Kabupaten Solok, Dodi Hendra, mengaku dirinya juga menerima kabar dan laporan terkait hal ini dari sejumlah pihak. Sebagai lembaga pengawas (fungsi control), DPRD Kabupaten Solok akan segera menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan pihak RSUD Arosuka.
"Saya juga mendengar kabar tersebut. Bahkan, saya juga sudah coba menghubungi langsung Direktur RSUD Arosuka tentang rumor dan dugaan itu. Tapi, telpon saya tak diangkat dan pesan WhatsApp saya tak dibalas. Kita segera gelar RDP dengan pihak RSUD Arosuka dan dinas terkait lainnya. Jika benar RBA tidak ada atau bermasalah, tentu barang yang dibeli dan program yang dilakukan, tanpa melalui mekanisme dan aturan yang ada. Tapi, saya merasa tidak mungkin, lembaga sebesar RSUD Arosuka bisa seperti itu. Apalagi, saat ini sudah tahun 2022 dan RBA itu di tahun 2021. Untuk jelasnya, nanti kita tanyakan lebih dalam lagi di RDP," ungkapnya.
Dodi Hendra juga menerangkan, RSUD merupakan institusi layanan masyarakat berbentuk Badan Layanan Umum Daerah (BLUD). Yakni sebuah Satuan Kerja Perangkat Daerah atau Unit Kerja pada Satuan Kerja Perangkat Daerah di lingkungan pemerintah daerah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa tanpa mengutamakan atau mencari keuntungan. Dalam melakukan kegiatannya, BLUD didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas.
"Pola Pengelolaan Keuangan BLUD, (PPK-BLUD) adalah pola pengelolaan keuangan yang memberikan fleksibilitas berupa keleluasaan untuk menerapkan praktik-praktik bisnis yang sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum. BLUD dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berpotensi untuk mendapatkan imbalan secara signifikan terkait dengan pelayanan yang diberikan, maupun dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)," terangnya.
Dodi juga menyatakan, satuan kerja yang memperoleh pendapatan dari layanan kepada publik secara signifikan dapat diberikan keleluasaan dalam mengelola sumber daya untuk meningkatkan pelayanan yang diberikan. Hal ini merupakan upaya peng-agenan aktivitas yang tidak harus dilakukan oleh lembaga birokrasi murni, tetapi oleh instansi pemerintah daerah yang dikelola "secara bisnis", sehingga pemberian layanan kepada masyarakat menjadi lebih efisien dan efektif yaitu dengan menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan BLUD.
"Pendekatan penganggaran berbasis kinerja sangat diperlukan bagi satuan kerja pemerintah daerah yang memberikan pelayanan kepada publik dengan cara mewiraswastakan pemerintah (enterprising the government) yang telah diatur dalam UU No.17/2003 tentang Keuangan Negara. Selanjutnya dengan pasal 68 dan pasal 69, UU No.1/2004 tentang Perbendaharaan Negara, instasi pemerintah yang tugas pokok dan fungsinya memberi pelayanan kepada masyarakat dapat menerapkan pola pengelolaan keuangan yang fleksibel dengan menonjolkan produktivitas, efisiensi dan efektivitas," ungkapnya.
Dodi juga mengungkapkan, sebagai tindak lanjut atas peraturan di atas, Menteri Dalam Negeri telah mengeluarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 61 tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah yang menjadi dasar dalam penerapan pengelolaan keuangan bagi Badan Layanan Umum Daerah (BLUD).
"Bagi Satuan Kerja Perangkat Daerah atau Unit Kerja pada Satuan Kerja Perangkat Daerah di lingkungan Pemerintah Daerah yang ingin menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan - Badan Layanan Umum Daerah (PPK-BLUD) harus memenuhi persyaratan subtantif, teknis dan administratif," ungkapnya. (PN-001)
Post a Comment