News Breaking
Live
wb_sunny

Breaking News

Partai Demokrat Jadi Tumbal dan Sasaran Tembak di Kabupaten Solok

Partai Demokrat Jadi Tumbal dan Sasaran Tembak di Kabupaten Solok

Partai Demokrat Jadi Tumbal dan Sasaran Tembak di Kabupaten Solok

"Manut" ke Koalisi, Sikap dan Kebijakan Demokrat Dinilai Merugikan Secara Politik dan Sosial Kemasyarakatan

Konflik dan polemik antara Bupati Epyardi Asda dan sejumlah Anggota DPRD Kabupaten Solok, dinilai telah membuat jalannya pemerintahan dan hubungan kemitraan legislatif-eksekutif di Kabupaten Solok, goyang. Dimotori oleh Partai Amanat Nasional (PAN) dalam gerbong "koalisi", justru Partai Demokrat yang dijadikan tumbal dan sasaran tembak. DPC Partai Demokrat yang "pasrah" dinilai telah merugikan partai secara politik dan sosial kemasyarakatan. Bagaimana bisa?

SOLOK - Partai Demokrat sukses menjemput kembali kemenangannya di pemilihan legislatif (Pileg) DPRD Kabupaten Solok 17 April 2019, sebagai partai pemenang ketiga. Artinya, dari tiga komposisi pimpinan DPRD (Ketua dan dua Wakil Ketua), partai besutan Susilo Bambang Yudhoyono tersebut, berhak atas mobil dinas BA 8 H, sebagai tanda sebagai Wakil Ketua II DPRD Kabupaten Solok. Gerindra mendapatkan 29.596 suara, PAN 28.032 suara, dan Partai Demokrat 21.510 suara.

Pada Pileg 17 April 2019 tersebut, Partai Demokrat meraih 4 kursi dari 4 daerah pemilihan (Dapil) di Kabupaten Solok. Lucky Efendi dari Dapil I (Gunung Talang, Kubung, IX Koto Sungai Lasi), Dian Anggraini dari Dapil II (X Koto Singkarak, X Koto Diateh, Junjung Sirih), Mulyadi dari Dapil III (Bukit Sundi, Lembang Jaya, Danau Kembar, Payung Sekaki, Tigo Lurah), dan Efdizal dari Dapil IV (Lembah Gumanti, Hiliran Gumanti, Pantai Cermin). 

Meski sukses menempatkan 4 wakilnya di parlemen, Partai Demokrat sebenarnya berpeluang besar menempatkan 6 wakilnya. Namun, metode saint lague yang dianut di Pileg 2019, membuat Demokrat hanya mampu mengirimkan satu wakil di masing-masing Dapil. Dua Dapil yang "merugikan" Demokrat dalam sistem "pembagian tiga" berada di Dapil I dan Dapil IV. Di Dapil I, "pembagian tiga" Demokrat, kalah tipis dari "pembagian satu" PDI Perjuangan yang mendapatkan kursi terakhir atau kursi ke-11 Dapil I. Sementara, di Dapil IV, "pembagian tiga" Demokrat juga kalah tipis dari "pembagian satu" Partai Hanura.

Pileg 17 April 2019, menjadi ajang sejumlah partai menunjukkan kekuatan. Digelar serentak dengan Pilpres, Gerindra dan PAN dengan keuntungan "Prabowo Effect", mendapatkan 6 kursi dari sebelumnya 4 kursi. NasDem dan PKS, mendapatkan 4 kursi dari sebelumnya 3 kursi. Sementara, Hanura dan Demokrat tetap mendapatkan hasil seperti raihan Pileg 2014, dengan Hanura yang meraih 2 kursi. Tiga partai besar justru raihannya melorot dibanding Pileg 2014, yakni Partai Golkar, PPP dan PDI Perjuangan. Golkar dari 5 kursi, kini tersisa 4 kursi. PPP dari 5 kursi menjadi 3 kursi, dan PDIP dari 3 kursi menjadi 2 kursi.

Bagi Demokrat Kabupaten Solok, Pileg 2019 tidak sepenuhnya menjadi keberhasilan. Sejumlah faktor menunjukkan Demokrat di Kabupaten Solok mengalami tren penurunan. Terutama dari segi kepemimpinan dan pengkaderan. Seperti, tiga dari empat anggota dewannya merupakan orang baru, yang baru masuk jelang Pileg. Kemudian, Ketua dan Sekretaris DPC Partai Demokrat, justru kalah di pertarungan politik terakhirnya.

Tiga dari empat anggota baru tersebut bahkan mengalahkan petahana yang merupakan pengurus di DPC Partai Demokrat Kabupaten Solok. Yakni Lucky Efendi yang mengalahkan petahana Dedi Fajar Ramli di Dapil I, Dian Anggraini mengalahkan Marson Sutan Kayo di Dapil II, dan Efdizal yang mengalahkan Marsal Syukur di Dapil IV.

Ketua DPC Demokrat Kabupaten Solok, Agus Syahdeman, justru kalah di Pileg 2019 untuk DPRD Sumbar dari Dapil VII Sumbar, yang meliputi Kabupaten Solok, Kota Solok dan Solok Selatan. Kursi Partai Demokrat justru berhasil diraih Ketua DPC Partai Demokrat Kota Solok Irzal Ilyas Dt Lawik Basa, yang malah banyak mendapatkan suara di Kabupaten Solok. Sementara, Sekretaris DPC Marson Sutan Kayo yang beberapa waktu lalu meninggal dunia, dikalahkan Dian Anggraini di Pileg DPRD Kabupaten Solok 2019 di Dapil II, yang meliputi X Koto Singkarak, X Koto Diateh dan Junjung Sirih.

Kiprah Partai Demokrat Kabupaten Solok semakin meredup setelah pilihan politik yang dilakukan partai dan pengurus pada helatan Pilkada 2020. Ketua DPC Agus Syahdeman menjadi "petualang" politik di Pilkada setelah membuat komitmen politik dengan sejumlah orang. Agus Syahdeman awalnya meneken komitmen dengan mantan Wakil Bupati Solok Desra Ediwan Anantanur. Hal yang terjadi kemudian, Desra Ediwan Anantanur meninggalkan Agus Syahdeman dan menjadi kontestan Pilkada Kabupaten Solok 2020, berpasangan dengan kader PKS, Dr. Adli. Agus Syahdeman bahkan kemudian mendampingi tokoh Nagari Selayo, pensiunan Pemprov Sumsel, Ir. Iriadi Dt Tumanggung, sebagai calon Wakil Bupati dalam usungan Partai Demokrat, Hanura dan PDI Perjuangan. Padahal, pada Pilkada 2015 lalu, Agus Syahdeman menjadi calon Bupati Solok berpasangan dengan Wahidup, seorang pensiunan tentara Angkatan Laut, diusung Partai Demokrat dan PDI Perjuangan. 

Partai Demokrat dinilai semakin "terjerembab", setelah mereka memutuskan menjadi bagian dari koalisi Bupati-Wakil Bupati Epyardi Asda - Jon Firman Pandu pasca dilantik pada 26 April 2021. Berseberangan dengan Ketua DPRD Dodi Hendra dari Partai Gerindra. Dalam praktiknya kemudian, Partai Amanat Nasional (PAN) yang menjadi motor utama pengajuan mosi tidak percaya terhadap Dodi Hendra, justru menjadikan Partai Demokrat seperti "mainan". Partai Demokrat dijadikan kelompok koalisi sebagai tumbal dan sasaran tembak. Tentu, hal ini sepengetahuan pengurus dan anggota DPC Partai Demokrat Kabupaten Solok.

Pertama, Partai Demokrat melalui Wakil Ketua Badan Kehormatan (BK DPRD) Dian Anggraini, SH, menjadi orang yang membacakan hasil rekomendasi pemberhentian Dodi Hendra sebagai Ketua DPRD Kabupaten Solok. Padahal, masih ada Ketua BK DPRD Kabupaten Solok, M Syukri dari PPP. Dian Anggraini menjadi orang dikecam publik, terutama karena putusan BK justru memutuskan Dodi Hendra tidak terbukti arogan, seperti alasan 22 Anggota DPRD Kabupaten Solok mengajukan mosi tidak percaya terhadap Dodi Hendra. 

Dian Anggraini bahkan membacakan bahwa BK DPRD tetap memutuskan Dodi Hendra melanggar kehormatan dan norma sebagai Ketua DPRD, atas kasus lain. Kasus itu, dinilai seperti dicari-cari untuk tetap membuat Dodi Hendra bersalah. Yakni, Dodi Hendra dianggap mengintervensi Dinas Pendidikan Kabupaten Solok di tahun 2020. Padahal, saat itu, Dodi Hendra berstatus sebagai Anggota DPRD Kabupaten Solok, bukan Ketua DPRD Kabupaten Solok.

Berikutnya, di sebuah stasiun TV di Sumbar, Dian Anggraini membuat pernyataan bahwa kawasan wisata Chinangkiek milik Bupati Solok Epyardi Asda, berstandar hotel, karena sudah memiliki izin resort. Dian menyatakan hal itu, saat ditanya mengenai izin dan mengapa DPRD "merestui" kawasan wisata Chinangkiek seringkali menjadi tempat pelaksanaan agenda Pemkab Solok dan DPRD Kabupaten Solok, karena Kawasan Chinangkiek dinilai Dian sudah memenuhi syarat. Padahal, ada kawasan wisata yang merupakan milik Pemkab Solok, yakni Kawasan Alahan Panjang Resort.

Akibat "pembelaan" dari Dian Anggraini, netizen dan pengguna media sosial di sejumlah group dan jejaring medsos justru "mengarahkan" target ke Partai Demokrat Kabupaten Solok.

Tak berselang lama, Partai Demokrat semakin "tersudut" setelah Wakil Ketua DPRD Kabupaten Solok Ivoni Munir, S.Farm, Apt, menandatangani dan membacakan keputusan dalam sebuah rapat paripurna DPRD, bahwa Wakil Ketua II Lucki Efendi didapuk sebagai pelaksana tugas (Plt) Ketua DPRD Kabupaten Solok. Penunjukan ini dinilai sejumlah pihak sebagai upaya PAN untuk "cuci tangan" agar publik mengarahkan sasaran tembak ke Partai Demokrat. Padahal, sebagai motor utama mosi tidak percaya terhadap Dodi Hendra, PAN melalui Wakil Ketua I Ivoni Munir, S.Farm, Apt, dinilai lebih cocok mengisi jabatan Plt Ketua DPRD.

Imbas dari penunjukan dan penerimaan jabatan Plt Ketua DPRD, Lucki Efendi, kemudian membuat surat perintah tugas (SPT) terhadap agenda Anggota DPRD, yang harus dipertanggungjawabkan di kemudian hari. Sebab, sejumlah SPT itu, menggunakan anggaran negara dari APBD Kabupaten Solok. Meski umur jabatan Plt Ketua DPRD Kabupaten Solok yang diemban Lucki hanya hitungan minggu, publik dan netizen sudah terlanjur "menyalahkan" Lucki dan Partai Demokrat Kabupaten Solok.

Sejumlah pengurus DPC Partai Demokrat Kabupaten Solok yang minta namanya tidak diekspos, mengaku sangat kecewa dengan tindakan yang dilakukan gerbong koalisi terhadap Demokrat. Mereka bahkan lebih menyalahkan kepemimpinan DPC Partai Demokrat Kabupaten Solok yang melakukan pembiaran dan merestui hal itu. Menurut mereka, segala tindak-tanduk Anggota DPRD dari Partai Demokrat, tentu sudah melewati koordinasi dengan DPC Partai Demokrat. 

"Partai Demokrat telah menjadi tumbal dari polemik dan konflik politik antara eksekutif dan legislatif di Kabupaten Solok. Partai Demokrat telah dijadikan sasaran tembak di Kabupaten Solok. Tentu, kami mempertanyakan kebijakan pimpinan DPC (Partai Demokrat), yang telah merugikan Partai Demokrat secara politik dan sosial kemasyarakatan. Karena, yang kami tahu, kebijakan partai dari pusat dan provinsi sangat jelas. Bahwa sikap politik Partai Demokrat adalah mendukung kebijakan pro rakyat dan siap mengkritisi kebijakan yang merugikan rakyat. Kami meminta DPP Partai Demokrat dan DPD Partai Demokrat Sumbar untuk melakukan pembinaan ke DPC Partai Demokrat Kabupaten Solok," ujarnya. (PN-001)

Tags

Newsletter Signup

Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus error sit voluptatem accusantium doloremque.

Post a Comment