Dua Penyebab Epyardi Asda Tak Hadir Mediasi di Mapolda Sumbar, Syamsu Rahim: Tidak Menghargai Institusi Yudikatif
PADANG - Upaya mediasi yang dilakukan Polda Sumbar terkait laporan Ketua DPRD Kabupaten Solok Dodi Hendra kepada Bupati Solok Epyardi Asda atas dugaan pencemaran nama baik dan dugaan pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), di Mapolda Sumbar, Selasa (7/9/2021), tidak terjadi. Penyebabnya, Epyardi Asda tidak datang memenuhi undangan mediasi. Justru, yang hadir adalah pelapor Dodi Hendra.Kuasa Hukum Capt. Epyardi Asda, M.Mar, dalam kasus tersebut, Dr. Suharizal, SH, MH, menyatakan kliennya memutuskan tidak hadir dalam mediasi, karena sejumlah alasan. Pertama, karena Epyardi Asda selaku Bupati Solok tengah mengikuti kegiatan di Pemkab Solok yang telah terjadwal sebelumnya. Sementara, dalam kasus tersebut, harus dihadiri langsung oleh Epyardi Asda. Kedua, karena ada pernyataan Dodi Hendra di sejumlah media bahwa pintu damai sudah tertutup.
"Undangan mediasi ini kan tidak bisa diwakilkan dan harus principal yang hadir. Sementara, klien kami sudah punya agenda di Pemkab Solok. Kemudian, ada pernyataan dari terlapor bahwa pintu damai sudah tertutup. Karena itu, kami memilih tidak hadir sebab rasanya tidak akan produktif. Lebih baik mengerjakan pekerjaan wajib lain yang telah terjadwalkan. Pernyataan tidak hadir sudah kami sampaikan ke Polda Sumbar," ungkapnya.
Suharizal juga mengaku pada 31 Juli 2021 lalu sudah bertemu dengan penasihat hukum Dodi Hendra, yaitu Yuta Pratama, untuk membahas kemungkinan berdamainya Epyardi Asda dengan Dodi Hendra. Namun, berdasarkan informasi dari PH Dodi Hendra tersebut, upaya berdamai tidak dipertimbangkan.
"Dua minggu setelah Dodi Hendra melaporkan klien kami, saya bertemu dengan Yuta Pratama selaku PH Dodi Hendra. Tujuannya untuk menanyakan kemungkinan berdamai, tapi tampaknya Dodi Hendra tidak berkenan," ujarnya.
Suharizal mengaku pihaknya tetap menghormati proses hukum yang berlangsung di kepolisian. Termasuk jika diperlukan untuk diperiksa sebagai saksi pada perkara yang diadukan pelapor Dodi Hendra.
"Untuk pemanggilan sebagai saksi, tentu kami wajib hadir. Jika tidak hadir malah bisa merugikan klien kami," ujarnya.
Syamsu Rahim: Epyardi Asda Tidak Menghormati Yudikatif
Mantan Bupati Solok Drs. Syamsu Rahim turut angkat bicara soal tidak hadirnya Bupati Solok, Epyardi Asda dalam pertemuan mediasi, di Polda Sumatra Barat, pada Selasa (8/9/2021). Menurutnya, apa yang dilakukan Epyardi Asda tersebut tidaklah pantas, karena tidak menghargai kepolisian sebagai elemen yudikatif dalam trias politika dalam pilar demokrasi. Syamsu Rahim, Epyardi Asda harus memberikan contoh yang baik kepada masyarakat, khususnya daerah yang dipimpin yakni Kabupaten Solok. Yalni bagaimana menjadi warga negara yang baik.
"Seharusnya sebagai Kepala Daerah, saudara Bupati Epyardi hadir dalam pertemuan mediasi tersebut. Sebagai kepala daerah, dirinya harus memberi contoh ke masyarakat, bagaimana menghargai hukum, aparat penegak hukum dan menjadi warga negara yang baik. Tidak datangnya dia sama juga tidak menghormati institusi atau lembaga lain, dalam hal ini, kepolisian. Masa' iya, Epyardi terpancing dengan pernyataan Dodi Hendra yang mengatakan bahwa pintu damai sudah tertutup, lalu tidak mau hadir. Hal itu, membuat dirinya kecil di mata masyarakat," ungkapnya.
Syamsu Rahim berharap, persoalan antara Ketua DPRD Kabupaten Solok dan Bupati ini dapat segera terselesaikan. Karena, masyarakat saat ini sedang menunggu kepastian hukum.
"Semoga ini dapat cepat selesai. Agar eksekutif dan legislatif dapat segera bekerja. Sudah cukup kita dipertontonkan dengan insiden 18 Agustus yang lalu. Sekarang, dengan tidak hadirnya Bupati, persoalan semakin panjang dan berlarut-larut," ujarnya.
Najmuddin: Tingkah Kekanak-Kanakan yang Merugikan Masyarakat
Pakar Komunikasi Politik Universitas Andalas (Unand) Najmuddin M. Rasul menilai bahwa persoalan yang terjadi antara keduanya memang telah bersifat pribadi. Namun, tingkah terkesan “kekanak-kanakan” dalam berpolitik yang ditampilkan keduanya hanya akan merugikan warga.
"Jika ini terus berlarut-larut, tentu yang rugi warga Kabupaten Solok. Keduanya semestinya bekerja untuk melayani masyarakat, sementara waktunya bisa tersita untuk urusan seperti ini. Tentu saja ini akan berdampak pada kelancaran roda pemerintahan Kabupaten Solok," ucapnya.
Najmuddin menilai mediasi merupakan jalan yang perlu dipilih oleh kedua belah pihak. Ia menilai, pimpinan partai politik keduanya di tingkat provinsi juga bisa mengambil peran dalam memediasi polemik yang terjadi.
Tak Terima Postingan di WA Group
Sebelumnya, Bupati Solok, Sumatera Barat, Epyardi Asda, dipanggil oleh penyidik Direktorat Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Kepolisian Daerah (Polda) Sumbar. Pemanggilan tersebut terkait kasus dugaan pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronim (ITE) dan dugaan pencemaran nama baik yang dilaporkan oleh Ketua DPRD Solok, Dodi Hendra.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Sumbar Kombes Stefanus Satake Bayu Setianto, S.IK, menyatakan Ditreskrimsus memanggil Bupati Epyardi Asda pada Selasa (7/9/2021). Satake Bayu juga memanggil Ketua DPRD Dodi Hendra di saat bersamaan, sebab agendanya adalah mediasi.
"Betul. Kita panggil beliau pada Selasa (7/9/2021) untuk mediasi dengan pelapor Ketua DPRD Solok, Dodi Hendra. Keduanya kita panggil untuk mediasi. Kalau tidak tercapai perdamaian maka kasusnya akan kita lanjutkan," kata Satake.
Satake Bayu mengakui, Polda Sumbar sudah memeriksa sejumlah saksi dalam kasus tersebut.
"Sudah ada sekitar 7 saksi yang diperiksa terkait kasus itu," jelas Satake.
Kasus tersebut berawal dari pengaduan Dodi Hendra pada 15 Juli 2021 lalu tentang dugaan pelanggaran Undang-Undang Informasi Transaksi Elektronik (ITE). Dodi tidak terima Bupati Solok Epyardi Asda menyebarkan sebuah video ke grup WhatsApp yang diduga berisi unsur penghinaan atau pencemaran nama baik.
Dodi Hendra melapor lantaran merasa tidak terima atas postingan Epyardi Asda di salah satu grup WhatsApp (WA). Namun, belum diketahui isi lengkap postingan yang disebarkan di grup WA tersebut.
"Yang bersangkutan menyebarkan sebuah postingan di grup WA Tukang Ota Paten Top 100 yang isinya menyinggung nama saya pribadi dan orang lain," kata kata Dodi Hendra.
Terkait pelaporan yang dilakukan dirinya ke Polda Sumbar terhadap Bupati Solok, Dodi Hendra mengungkapkan, yang dilaporkannya khusus menyangkut nama pribadinya
"Postingan itu disebar hari jumat tanggal 2 Juli 2021 dan saya baru tahu setelah dua hari postingan itu disebar karena banyak yang nelpon ke saya," ungkap Dodi Hendra.
Ditambahkan Dodi Hendra, atas postingan itu, keluarganya menjadi down dan mentalnya menjadi tidak bagus. Namun, tekait bentuk pencemaran nama baik, Dodi Hendra belum menjelaskannya secara rinci.
"Saya ingin menegaskan bahwa saya selalu dizalimi. Banyak hal. Saya juga dikriminalisasi, bermacam-macam cara dia," ungkap Dodi. (PN-001)
Post a Comment