News Breaking
Live
wb_sunny

Breaking News

BK DPRD Rekomendasikan Pemberhentian, Dodi Hendra Tabuh Genderang Perang di Jalur Hukum

BK DPRD Rekomendasikan Pemberhentian, Dodi Hendra Tabuh Genderang Perang di Jalur Hukum

SOLOK - Ketua DPRD Kabupaten Solok Dodi Hendra menabuh genderang perang di jalur hukum, terhadap Rekomendasi pemberhentian sebagai Ketua DPRD oleh Badan Kehormatan (BK). Dodi Hendra mempersiapkan Tim Kuasa Hukum yang terdiri dari Vino Oktavia, SH, MH, Dasmi Delda, SH, MH, dan Feri Ardila, SH. Selain Tim Kuasa Hukum dari personalnya, Partai Gerindra juga menyiapkan kuasa hukum. Hal itu ditegaskan Dodi Hendra dan Vino Oktavia dalam jumpa pers di Kabupaten Solok, Sabtu sore (21/8/2021). 

Ketua tim kuasa Hukum, Vino Oktavia, menilai rekomendasi yang dikeluarkan BK melalui Rapat Paripurna DPRD, Jumat (20/8/2021), sangat aneh dan janggal. Menurutnya, publik telah sama-sama tahu, bahwa Dodi Hendra disidang oleh BK DPRD karena mosi tak percaya yang diajukan oleh 22 Anggota DPRD Kabupaten Solok, dengan dugaan arogan, otoriter, tidak membagi kewenangan dan tidak kolektif kolegial. Namun, BK justru mengeluarkan rekomendasi pemberhentian sebagai Ketua DPRD, dengan alasan lain. Yakni pelaporan dari salah seorang guru yang menilai Dodi Hendra melakukan intimidasi dan intervensi ke Dinas Pendidikan Kabupaten Solok. 

"Rekomendasi BK ini, sudah terang benderang menargetkan dan memaksakan klien kami bersalah. Publik bisa menilai, dan hanya mengetahui, bahwa Dodi Hendra disidang BK DPRD dengan alasan mosi tak percaya. Namun, keputusannya justru karena dugaan intervensi. Bahkan, "tuduhan" intervensi dan intimidasi itu, akibat kasus pada tahun 2020, saat Dodi Hendra belum menjadi Ketua DPRD Kabupaten Solok. Sebab, Dodi Hendra baru menjadi Ketua DPRD pada 13 Februari 2021," tegasnya. 

Vino Oktavia yang merupakan Direktur LBH Padang periode 2010-2015 itu, juga menegaskan bahwa Timnya akan memgusut tuntas seluruh kejanggalan dan potensi pelanggaran yang terjadi. Mulai dari proses pengajuan mosi tak percaya, sampai lahirnya rekomendasi dari BK untuk pemberhentian Ketua DPRD Kabupaten Solok. Jangan sampai ada gejolak publik akibat hal ini sebuah tindakan yang sudah direncanakan, didesain dan ditargetkan sejak awal.

"Jika dalam prosesnya ditemukan perbuatan melanggar hukum dan merugikan hak-hak klien kami sebagai ketua DPRD, tentu akan kita tempuh jalur hukum. Ssampai hari ini, Dodi Hendra masih secara sah menjabat sebagai ketua DPRD Kabupaten Solok, dengan segala hak dan kewajiban yang melekat di dirinya. Rekomendasi BK masih dalam proses dan belum berkekuatan hukum tetap. Mungkin akan ada kejutan-kejutan yang akan muncul dalam minggu depan, kami masih dalam proses. Kita harapkan Pemprov Sumbar agar tidak gegabah dalam menyikapi persoalan di DPRD Solok ini," tutupnya.

Sementara itu, Dodi Hendra menyampaikan permohonan terhadap masyarakat Kabupaten Solok atas berbagai kejadian yang terjadi di tubuh DPRD dalam beberapa waktu terakhir. Namun dipastikannya, dinamika tersebut merupakan salah satu bentuk memperjuangkan hak-hak masyarakat Kabupaten Solok. Bukan sekadar kepentingan pribadi.

"Saya minta masyarakat tetap tenang dan menjaga kondusivitas, jangan sampai ada tindakan-tindakan yang bisa menambah keruh suasana, Kita yakin polemik ini akan tuntas dan jelas mana yang salah dan mana yang benar," ajaknya.

"Tuduhan" Arogan Tak Terbukti

Badan Kehormatan (BK) DPRD Kabupaten Solok mengeluarkan rekomendasi pemberhentian Dodi Hendra sebagai Ketua DPRD Kabupaten Solok dalam Sidang Paripurna di Gedung DPRD Kabupaten Solok, Jumat (20/8/2021). Rekomendasi pemberhentian Dodi Hendra yang berasal dari Partai Gerindra tersebut, tertuang dalam Keputusan BK Nomor 175/01/BK/DPRD/2021 tentang sanksi pelanggaran kode etik. 

Namun, keputusan itu, dinilai sangat kontroversial. Ternyata Dodi Hendra "disanksi", bukan karena mosi tak percaya oleh 22 Anggota DPRD Kabupaten Solok, tapi karena kasus lain. Yakni pelaporan dari seorang guru, yang menganggap Dodi Hendra melakukan intervensi ke Dinas Pendidikan Kabupaten Solok. 

Selain itu, pembacaan keputusan BK di Sidang Paripurna DPRD Kabupaten Solok, tidak dilakukan oleh Ketua BK DPRD Kabupaten Solok, Muhammad Syukri yang berasal dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Tapi dibacakan oleh Wakil Ketua BK DPRD Dian Anggraini, yang merupakan Ketua Fraksi Demokrat. Seperti diketahui, Fraksi Demokrat menjadi salah satu fraksi yang ikut mengajukan mosi tak percaya. 

Wakil Ketua BK DPRD Kabupaten Solok, Dian Anggraini, mengatakan keputusan tersebut diambil setelah dilakukannya serangkaian pemeriksaan, pelapor (pengadu), saksi-saksi, terlapor (teradu) dan keterangan para ahli.

"Berdasarkan hasil itu dan aturan yang ada maka dinyatakan saudara Dodi Hendra telah melakukan pelanggaran sedang sebagaimana diatur dalama pasal 19 ayat 3 Peraturan DPRD Kabupaten Solok nomor 2 tahun 2019 Tentang Kode Etik, menjatuhkan dengan merekomendasikan pemberhentian jabatan sebagai Ketua DPRD Kabupaten Solok periode 2019-2024 dan keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan," ucap Dian.

Dian Anggraini mengatakan pihaknya menerima dua laporan terhadap Dodi Hendra. Pertama dari internal yakni anggota DPRD (mosi tak percaya) lalu dari eksternal yaitu warga masyarakat (guru).

"Laporan dari internal, ada 27 anggota DPRD yang melakukan mosi tak percaya pada Dodi Hendra. Namun, lima Anggota Fraksi Gerindra mencabutnya kembali, sehingga tersisa 22 orang anggota DPRD. Lalu ada warga (guru) yang melaporkan juga, dan itu kami proses sesuai aturan, dan mekanisme yang ada," ungkapnya. 

Dalam dialog Advokat Sumbar Bicara di Stasiun PadangTV, Jumat malam (20/8/2021), Dian Anggraini menyebut mosi tak percaya dengan "tuduhan" bahwa Dodi Hendra arogan, setelah diproses di sidang BK, ternyata tidak bisa dibuktikan adanya pelanggaran hukum dan pelanggaran kode etik. 

"Dodi Hendra melanggar kewajibannya dalam pasal 161 Undang-Undang 23 tahun 2014 tentang pemerintahan daerah dan Undang-Undang nomor 17 tahun 2014 tentang MD3 yang mengatur MPR, DPR, DPRD daerah. Yakni kewajiban menjaga norma dan etika dalam berhubungan dengan lembaga lain. Dodi Hendra telah melakukan intervensi dan intimidasi terhadap lembaga lain," ujarnya. 

Dodi Hendra saat dialog Advokat Sumbar Bicara di Stasiun PadangTV, Jumat malam (20/8/2021), dirinya memang pernah diperiksa BK DPRD Kabupaten Solok. Namun, Dodi mengungkapkan dirinya hanya satu kali saja dipanggil, dan setelahnya diputuskan melanggar kode etik. Saat diperiksa BK, Dodi mengaku juga ditanyai tentang dugaan intervensi ke Dinas Pendidikan Kabupaten Solok.

"Saat diperiksa, salah satu Anggota BK menanyai saya, apakah ada melakukan intervensi ke Dinas Pendidikan. Lalu saya jawab, bahwa saya dapat laporan dari sejumlah warga bahwa di sebuah sekolah tidak ada proses belajar mengajar, karena guru tidak datang berhari-hari. Lalu saya datangi sekolah tersebut dan sempat berdialog dengan siswa. Kemudian, saya datang ke Dinas Pendidikan menanyakan hal ini. Mengapa Dinas Pendidikan membiarkan hal ini. Jika itu disebut intervensi, saya bingung juga. Padahal, peristiwa itu terjadi tahun 2020, saat saya belum menjadi Ketua DPRD Kabupaten Solok. Saat itu berada di Komisi 1, yang salah satu mitranya adalah Dinas Pendidikan," terangnya. 

Di tempat terpisah, Ketua Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (F-PPP) DPRD Kabupaten Solok, Dr. Dendi, S.Ag, MA, mengaku terkejut dengan keluarnya rekomendasi BK DPRD Kabupaten Solok, dengan alasan Ketua DPRD melakukan intervensi ke institusi lain. Menurutnya, BK DPRD seharusnya mengacu dan fokus ke laporan mosi tak percaya dari lima fraksi di DPRD Kabupaten Solok. Jangan ada upaya "menjatuhkan" Dodi Hendra dengan membawa kasus-kasus yang lain. Jika pun ada kasus-kasus lain Dodi Hendra, Dendi menyatakan BK harus membuat sidang terpisah. 

"F-PPP akan mempertanyakan hal ini. BK DPRD harusnya fokus membahas mosi tak percaya. Antara mosi tak percaya dan laporan dari masyarakat tentang Dodi Hendra, harus dibedakan. Jika mosi tak percaya dengan alasan Dodi arogan, otoriter dan tidak membagi kewenangan ke pimpinan DPRD lainnya itu tidak terbukti, pulihkan lagi nama baiknya. Bukan dengan mencari-cari alasan lainnya seperti intervensi dan intimidasi ke Dinas Pendidikan ini. Hal-hal seperti ini harus dihentikan. Jangan lagi ada upaya-upaya penzaliman, dengan alasan yang dicari-cari untuk menjatuhkan seseorang," tegasnya. (PN-001)

Tags

Newsletter Signup

Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus error sit voluptatem accusantium doloremque.

Post a Comment