News Breaking
Live
wb_sunny

Breaking News

Syamsu Rahim: Bupati Bukan Raja, Jangan Sampai Terjadi Chaos di Kabupaten Solok

Syamsu Rahim: Bupati Bukan Raja, Jangan Sampai Terjadi Chaos di Kabupaten Solok

SOLOK - Bupati Solok periode 2010-2015, Drs. Syamsu Rahim, mengaku sangat miris dengan eskalasi politik di Kabupaten Solok, Provinsi Sumatera Barat, saat ini. Sejumlah intrik, manuver dan kebijakan yang diambil para pelaku politik saat ini, menurutnya telah membuat kegaduhan politik di masyarakat. Mantan Ketua DPRD Kota Sawahlunto dan Walikota Solok periode 2005-2010, mengkhawatirkan akan terjadi chaos, jika masing-masing pihak tidak segera menarik ego politiknya masing-masing. 

"Bupati Solok bukan raja dan masyarakat Kabupaten Solok bukan pelayannya. Seharusnya, bupati adalah pelayan rakyat yang tahu kebutuhan rakyatnya. DPRD adalah perwakilan rakyat di parlemen, yang memiliki fungsi kontrol, anggaran dan legislasi. Semuanya sudah punya Tupoksi (tugas pokok dan fungsi) masing-masing. Jika semua pihak terus memperturutkan ego, masyarakat bisa menjadi tidak percaya ke pemerintahan. Jika kegaduhan politik di tingkat elit ini terus berlanjut, akan terjadi chaos di masyarakat," ungkapnya.

Sebagai warga Kabupaten Solok, Syamsu Rahim mengingatkan, bahwa Pilkada Kabupaten Solok sudah selesai. Ibarat pepatah "biduak lalu, kiambang batawik", semua elemen harus kembali berkolaborasi. Menurutnya, saat ini Bupati/Wakil Bupati Solok harus merangkul semua pihak, dan memberdayakan seluruh elemen di masyarakat. Jangan sampai sebaliknya, yakni memberi tekanan kepada seluruh orang yang dinilai tidak sejalan saat Pilkada dulu.

"Rangkul semua pihak. Pemerintahan harus memaafkan semua orang. Bupati adalah bupati semua orang, bukan bupati sebagian orang. Jangan hanya mengegas pegawai, rakyat, ataupun mantan pejabat. Pilkada sudah usai, seluruh pihak dan seluruh elemen masyarakat menginginkan stabilitas dan kesejukan. Berdayakan semua potensi. Tidak ada Superman dan Super Team jangan hanya jadi jargon tanpa aplikasi nyata," ungkapnya.

Syamsu Rahim juga meminta insan pers di Kabupaten Solok untuk mengawal dan memberi masukan terhadap jalannya pemerintahan. Menurutnya, sebagai pilar keempat demokrasi, para insan pers harus memberikan fungsi pendidikan politik dan menjalankan fungsi sosial kontrol. Para tokoh menurut Syamsu Rahim juga harus bersuara. Baik tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh agama, maupun tokoh politik. Jangan hanya karena kepentingan pribadi, justru mengesampingkan kepentingan daerah yang nilainya jauh lebih besar. 

"Insan pers harus bersuara. Tidak hanya sekadar menjalankan fungsi sosial kontrol dan pendidikan politik. Tapi, juga bukti tanggung jawab moral dan rasa sayang ke daerah. Jangan berhenti mengkritik, karena kritik adalah bukti cinta ke daerah. Pemerintah maupun DPRD, jangan sekali-kali menilai kritik sebagai wujud rasa benci atau tidak senang pada pemerintahan," tegasnya. 

Syamsu Rahim juga menegaskan Pemkab Solok dan DPRD Kabupaten Solok saat ini dihadapkan pada tugas berat. Di samping pandemi Covid-19 yang masih belum mereda, kondisi ekonomi dan beban hidup masyarakat semakin berat. Syamsu Rahim juga mengatakan, di antara tugas-tugas berat yang menanti, di antaranya adalah pembenahan akses jalan dan penyiapan infrastruktur yang mendukung akses ekonomi. 

"Harapan masyarakat sangat besar. Harus ada oleh-oleh untuk masyarakat. Menjadi kepala daerah adalah amanah yang harus dijadikan lahan pengabdian, bukan lapangan pekerjaan. Pemerintahan harus dijalankan dengan panduan normatif, yakni undang-undang, peraturan, etika moral, kesantunan, raso pareso, kesantunan dan kebanggaan berbakti ke daerah. Magnet pemimpin itu, adalah jika dia dekat dengan rakyat," ujarnya.

Terkait dengan sejumlah kejadian saat kampanye Pilkada, jelang pelantikan, setelah pelantikan, hingga kondisi terkini, Syamsu Rahim mengharapkan semua pihak duduk bersama. 

Sebelumnya, saat eskalasi Pilkada Kabupaten Solok 9 Desember 2020 hingga baru hitungan hari menjadi Bupati Solok, Capt. Epyardi Asda, M.Mar, melempar sejumlah wacana dan kebijakan yang tidak biasa. Seperti membentuk "kabinet" sebelum dilantik, menyegel rumah pribadi Mantan Wabup Solok Yulfadri Nurdin terkait utang-piutang, melaporkan Mantan Bupati Solok Gusmal ke polisi terkait utang-piutang, menolak pengadaan mobil dinas, membentuk Tim Safari Ramadhan tanpa melibatkan sejumlah kepala OPD, evaluasi terhadap keberadaan THL, hingga yang terbaru, "mengandangkan" mobil dinas kepala OPD Pemkab Solok jelang lebaran.

DPRD Kabupaten Solok melakukan reaksi saat Bupati Epyardi Asda dan Wabup Jon Firman Pandu berniat memasukkan pengadaan 14 ekskavator untuk 14 kecamatan di Kabupaten Solok dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). Menurut Ketua DPRD Kabupaten Solok Dodi Hendra, menegaskan tidak semua masyarakat dan kecamatan di Kabupaten Solok membutuhkan ekskavator saat ini. Menurutnya, dalam masa pandemi virus corona (Covid-19) saat ini, masyarakat lebih memikirkan kebutuhan untuk sehari-hari. 

"Apa urgensinya pengadaan 14 ekskavator saat ini. Apakah masyarakat di 14 kecamatan butuh ekskavator, atau memikirkan kebutuhannya sehari-hari. Yang diharapkan masyarakat adalah, bagaimana pemerintah bisa menyediakan akses untuk pergerakan ekonomi. Jika bicara program berbasis kebutuhan masyarakat, tentu harus berdasarkan kebutuhan masyarakat banyak. Bukan berdasarkan kebutuhan sekelompok orang atau segelintir orang yang punya kepentingan," tegasnya.

Dodi Hendra juga menegaskan, pihaknya di DPRD Kabupaten Solok dan Fraksi Gerindra akan mengevaluasi dan mengkaji ulang rencana pengadaan 14 unit ekskavator dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Solok. Dodi Hendra juga menegaskan pihaknya akan mengajukan hak interpelasi, jika kebijakan itu tidak sesuai regulasi dan tidak berpihak kepada rakyat. 

"Jika tidak sesuai regulasi dan aturan, kami memastikan tidak akan ikut. Sebab, kita diperintahkan oleh partai duduk disini (DPRD) untuk memperjuangkan kesejahteraan rakyat. Sesuai dengan visi misi partai. Tapi harus sesuai dengan undang-undang dan aturan yang berlaku di negara ini. Eksekutif (pemerintah) dan legislatif (DPRD) mempunyai Tupoksi yang berbeda, namun sama-sama berniat baik untuk masyarakat," tegasnya. (PN-001)

Tags

Newsletter Signup

Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus error sit voluptatem accusantium doloremque.

Post a Comment