News Breaking
Live
wb_sunny

Breaking News

Kondisi Kegempaan Sumbar, Dikepung Lempeng dan Patahan yang Aktif Bergerak

Kondisi Kegempaan Sumbar, Dikepung Lempeng dan Patahan yang Aktif Bergerak

Pulau Sumatera, khususnya Sumatera Barat menjadi kawasan yang sangat rentan bencana gempa bumi dan tsunami. Hal ini, disebabkan Ranah Minang dilalui oleh tiga sumber ancaman gempa. Pertama, pertemuan lempeng India-Australia dengan lempeng Eurasia. Kedua, terdapat dua patahan (sesar) yang sangat aktif bergerak, yakni sesar Sumatera dan sesar Mentawai. Bagaimana kesiapan masyarakat dalam mitigasi?
GEMPA berkekuatan 4,5 Magnitudo mengguncang Padang Panjang, Sumatera Barat, pada Selasa dinihari, 30 Juni 2020. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), dalam laman resminya menyebutkan, gempa di Padang Panjang terjadi pada pukul 00.40.08 wib. Sumbernya di darat, hanya berjarak tujuh kilometer sebelah timur laut Padang Panjang dengan kedalaman 10 kilometer atau tergolong dangkal.

Berdasarkan pengukuran BMKG, getaran gempa itu bisa dirasakan di Padang Panjang dalam skala IV MMI. Skala sebesar itu diilustrasikan dengan gempa pada siang dirasakan oleh orang banyak dalam rumah, di luar oleh beberapa orang, gerabah pecah, jendela atau pintu berderik dan dinding berbunyi. Getaran gempa juga terukur pada skala III MMI di Bukit Tinggi dan Agam serta skala II MMI di Padang Pariaman, Pariaman, dan Padang.

BMKG juga menyatakan, gempa di Padang Panjang memiliki jeda tiga hari dari gempa terakhir yang bisa dirasakan di wilayah Indonesia yakni gempa 4,2 M di Konawe, Sulawesi Tenggara, pada 27 Juni 2020. Adapun catatan gempa sebelumnya di wilayah Sumatera Barat pada 16 Juni. Saat itu gempa 4,1 M mengguncang dari laut, enam kilometer barat daya Painan.

Sebelumnya, BMKG Padang Panjang juga mengungkap kalau lima kali kejadian gempa di sejumlah wilayah Sumatera Barat tergolong lemah atau getarannya tak dirasakan masyarakat 19-25 Juni 2020. Dari lima kejadian gempa bumi yang tercatat oleh stasiun geofisika Padang Panjang, terdapat empat kejadian gempa bumi di darat dan satu kejadian gempa di laut.

Gempa di Padang Panjang tersebut, menyegarkan memori masyarakat pada pada gempa di hari Senin 28 Juni 1926. Guncangan kuat yang terjadi pukul 10.25 WIB tersebut, sejatinya berpusat di sekitaran Danau Singkarak. Namun, gempa ini oleh masyarakat Minang lebih dikenal dengan sebutan gempa Padang Panjang. Gempa yang terjadi pada 94 tahun lalu tersebut memiliki magnitudo 6,5 magnitudo.

Mengacu pada ulasan Tri Ubaya, Fungsional Ahli BMKG Padang Panjang, tiga jam setelah gempa pertama, terjadi lagi gempa bumi signifikan dengan magnitude 6.7 SR. Setelah itu rangkaian gempa susulan terjadi beriringan selama sekitar satu minggu. Dampak dari gempa Padang Panjang ini menyebabkan lebih dari 350 orang meninggal dunia, ribuan rumah roboh dan rusak berat, longsor di beberapa tempat sehingga menyebabkan rel kereta api melengkung, serta terjadi rekahan tanah di daerah Padang Panjang, Kubu Kerambil dan Simabur.

Selain di Padang Panjang, kerusakan bangunan juga terjadi di daerah lain seperti Bukittinggi, Solok, Alahan Panjang, Sijunjung, bahkan hingga Muaro Bungo. Kekuatan guncangan yang dirasakan di permukaan tanah diperkirakan mencapai 9 skala MMI. Jika ingin membayangkan berapa kekuatan guncangan 9 skala MMI, kita bisa membandingkannya dengan gempa Padang pada tahun 2009 yang mencapai 7-8 skala MMI. Karena banyaknya korban yang disebabkan oleh gempa ini, secara spontan bantuan berdatangan dari berbagai wilayah di Indonesia (dahulu masih wilayah hindia belanda) dan juga dari negeri Belanda.

Tsunami di Danau Singkarak

Di balik dahsyatnya gempa Padang Panjang ini, ternyata gempa ini juga menyebabkan tsunami di Danau Singkarak. Gelombang tsunami ini dibangkitkan oleh penurunan permukaan tanah di bagian selatan Danau Singkarak. Di sejumlah titik, penurunan permukaan tanah mencapai 10 meter. Penurunan secara tiba-tiba ini menyebabkan gelombang tsunami yang menjalar dari bagian selatan danau menuju bagian utara.

"Harian Soeara Kota Gedang" pada 7 Juli 1926, menceritakan air danau membanjiri wilayah sekitar danau, hingga menimbulkan korban jiwa. Jika diperkirakan jarak yang ditempuh tsunami dari bagian selatan danau menuju bagian utara danau adalah 20,57 km, maka kecepatan tsunami yang menjalar di Danau Singkarak kala itu diperkirakan mencapai 122 km/jam. Karena ilmu kegempaan dan tsunami belum berkembang seperti saat ini, ketinggian maksimum dan luasan wilayah yang terdampak tsunami di Danau Singkarak saat itu tidak tercatat.

Namun, satu hal yang jelas, ternyata tsunami di Danau Singkarak telah membuka wawasan masyarakat, bahwa ancaman tsunami tidak saja berasal dari perairan luas seperti lautan, tetapi bisa juga berasal dari perairan sempit seperti Danau Singkarak. Bahkan, setelah tsunami tahun 1926, Danau Singkarak kembali dilanda tsunami pada 6 Maret 2007. Tapi, tsunami kecil tersebut tidak membunuh, hanya menghempas hingga 15 meter ke tepian danau.

Kawasan di sekitaran Danau Singkarak, memiliki keunikan tersendiri. Baik dari pola pembentukan, potensi kebencanaan, hingga potensi alamnya. Kawasan Singkarak, terbentuk akibat pergeseran patahan geser. Ya, patahan geser yang terbentuk dari pergeseran. Tentu, secara kegempaan, Kawasan Singkarak dan sekitarnya sangat rentan, bahkan rawan.

Segmen dan Sesar di Tengah Sumatera

Jika ditelisik lebih luas, kawasan di sekitaran Danau Singkarak, merupakan salah satu bagian dari patahan (sesar) besar yang membelah Pulau Sumatera. Dikenal dengan Segmen Sianok, sesar ini merupakan sesar yang paling aktif dalam rangkaian sesar Semangka. Yakni sesar yang berawal dari ujung tenggara Provinsi Lampung di Teluk Semangka, hingga ke barat laut Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Alhasil, Segmen Sianok ini, memiliki potensi kuat memicu gempa kuat yang sangat patut diwaspadai. Selain Segemen Sianok, di Sumbar juga terdapat Segmen Sumani (Kabupaten Solok) dan Segmen Suliti (Kabupaten Solok Selatan).

Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Pusat, Daryono, pada Rabu (1/7/2020) di Jakarta, menyatakan hasil kajian Pusat Studi Gempa Nasional (PusGeN) pada 2017 menunjukkan bahwa Segmen Sianok memiliki magnitudo tertarget 7,4 magnitudo, dengan laju pergeseran sesar 14 mm pertahun.

"Segmen Sianok yang merupakan sesar aktif di Sumatera Barat memiliki potensi memicu gempa kuat yang patut diwaspadai akan terjadi berulang. Masyarakat perlu mengetahui bahwa gempa tektonik memiliki periode ulang. Berdasarkan teori, gempa kuat dapat berulang kembali pada sumber gempa yang sama," katanya seperti dikutip Antara.
Kondisi saat gempa Padang Panjang, 28 Juni 1926.
Gempa yang meluluhlantakkan Kota Padang Panjang pada 28 Juni 1926 tersebut, diperkirakan menelan korban jiwa sebanyak 354 orang meninggal dunia. Tiga jam pascagempa utama (main shock), muncul guncangan kuat gempa susulan (after shock) yang mengakibatkan kerusakan di sekitar Danau Singkarak. Tercatat, di Kabupaten Agam sebanyak 472 rumah roboh di 25 lokasi, 57 orang meninggal, dan 16 orang luka berat. Di Padang Panjang sebanyak 2.383 rumah roboh dan sebanyak 247 orang meninggal dunia.

Tsunami di sekitaran Danau Singkarak, menurut Daryono, diduga kuat diakibatkan oleh seiche, yakni gelombang berdiri, di mana osilasi vertikal terbesar ada di setiap ujung badan air dengan osilasi yang sangat kecil di tengah gelombang. Seiche pada air danau umumnya terjadi saat gempa kuat hingga memicu terjadinya limpasan air danau yang kemudian tumpah ke dataran.
Kondisi gempa earthquake doublet di Alahan Panjang pada 8-9 Juni 1943.
Jika Segmen Sianok terus aktif, wilayah yang berpotensi terdampak meliputi Kota Padang, Tiku, Solok, Sawahlunto, Batusangkar, Payakumbuh, hingga Lubuk Sikaping.

Tidak hanya luasnya cakupan kerawanan Segmen Sianok, Sumbar juga menghadapi ancaman serupa dari dari dua ancaman gempa lainnya. Yakni dari zona subduksi pertemuan lempeng tektonik India-Australia dengan lempeng Eurasia (lempeng yang membentuk Eropa dan Asia). Sedangkan satu sumber pemicu gempa lainnya berasal dari sesar (patahan) Mentawai.

Sejarah Gempa di Sumbar

Dirangkum dari berbagai sumber, daerah Sumbar sudah berapa kali mengalami gempa kuat dan merusak. Sejak 1797 hingga 2016, telah terjadi setidaknya 16 kali kejadian gempa kuat dan merusak di Sumbar. Antara lain, gempa Padang pada 1822, 1835, 1981, 1991, 2005, 2009 dan 2016. Lalu gempa Singkarak pada 1926 dan 1943. Kemudian gempa Pasaman pada 1977, dan gempa Agam pada 2003. Sedangkan gempa yang diikuti gelombang tsunami terjadi di Mentawai pada tahun 1797 dan 1861 dan Sori-Sori pada 1904.

Pada 1797, gempa dengan kekuatan 8,4 M mengguncang perairan Mentawai.Gempa yang sangat besar ini menyebabkan tsunami besar dan menghantam pantai Barat Sumatera. Tsunami yang terjadi kala itu memiliki ketinggian hingga 10 meter serta mampu menyeret  apa saja yang ada di hadapannya. Saat itu, sebuah kapal milik Inggris seberat 200 ton terserat hingga 1 kilometer lebih ke daratan.
Gempa di pantai barat Sumatera tahun 1797.
Pada 1822, gempa kuat yang diikuti suara gemuruh berpusat di antara Gunung Talang dan Gunung Merapi. Meski tidak ada laporan secara rinci, catatan tersebut menyebutkan, gempa itu dilaporkan menimbulkan kerusakan parah dan korban jiwa cukup banyak.

Pada 28 Juni 1926, gempa dahsyat 7,8 magnitudo dilaporkan mengguncang Padang Panjang. Akibat gempabumi ini, tercatat korban tewas lebih dari 354 orang. Kerusakan parah terjadi di sekitar Danau Singkarak Bukittinggi, Maninjau, Padang Panjang, Kabupaten Solok, Sawahlunto, Sijunjung, hingga Muaro Bungo.
Gempa Padang Panjang 28 Juni 1926.
Pada tahun 1943, atau saat penjajahan Jepang, gempa berkekuatan 7,2 M mengguncang Alahan Panjang, Kabupaten Solok. Gempa ini terjadi selama dua hari, yakni tanggal 8 dan 9 Juni 1943. Kerusakan bangunan dan korban jiwa cukup banyak. Uniknya, gempa ini dua kali di pusat dan lokasi yang sama. Sehingga, oleh ilmuwan dijuluki sebagai earthquake doublet (gempa ganda).

Pada 2004, gempa kuat terjadi dua kali di Bulan Februari. Yakni tanggal 16 Februari dengan 5,6 magnitudo dan 22 Februari dengan 6 magnitudo. Gempa pertama dirasakan di sebagian besar daerah Sumatera Barat hingga pada VI MMI (Modified Mercalli Intensity) yang menimbulkan korban tewas 6 orang dan meluluhlantakkan ratusan bangunan rumah di Kabupaten Tanah Datar. Sementara, pada 22 Februari 2004, gempa yang lebih besar mengakibatkan satu orang tewas dan beberapa orang luka parah serta ratusan rumah rusak berat di Kabupaten Pesisir Selatan.
Gempa Sumbar 30 September 2009.
Gempa 2009, menjadi gempa yang paling segar di ingatan masyarakat di Pulau Sumatera, bahkan di seluruh Indonesia, hingga dunia. Gempa yang terjadi pada 30 September ini dikenal dengan akronim G30S, merujuk pada G30S/PKI, di tanggal yang sama pada peringatan penculikan tujuh jenderal yang disangkakan kepada Partai Komunis Indonesia (PKI). Gempa besar dengan kekuatan hingga 7,6 magnitudo ini, berpusat di 45 kilometer sebelah barat dari Kota Padang. Gempa ini membuat 1.115 orang meninggal dunia, 1.214 luka parah, dan 1.688 luka ringan. Kemudian, 135.000 rumah rusak dan 1,2 juta penduduk mengungsi.

Pada 2016, Sumbar dua buah gempa yang cukup kuat. Gempa pertama terjadi pada Maret 2016 dengan kekuatan mencapai 7,8 magnitudo. Gempa ini terjadi di tengah lautan yang berjarak 682 km dari Kepulauan Mentawai. Guncangan hebat kedua terjadi pada 2 Juni 2016. Gempa ini berkekuatan 6.5 SR hingga termasuk sebagai gempa yang kuat.

Mitigasi Gempa

Berdasar penelitian, aktivitas gempa di patahan Semangka rata-rata sekitar lima tahun sekali. Meski magnitudo gempa di zona patahan tersebut kecil, dampaknya bisa sangat berbahaya. Hal ini disebabkan sumbernya di daratan dan umumnya memiliki gerakan vertikal yang menghentak. Berbeda dengan gempa di laut yang umumnya memiliki gerakan horizontal yang mengayun. Apalagi, gempa darat titik pusat gempa umumnya dangkal, dan berdekatan dengan kawasan permukiman.

Sebagai kawasan yang sangat rawan gempa, daerah Sumbar akan selalu menjadi kawasan yang sering diguncang gempa. Oleh karena itu, pemerintah dituntut lebih serius dalam memperbaiki sistem penanganan bencana alam. Seperti terus memperbaiki sistem pamantauan gempa, pembuatan peta rawan gempa, menyusun peta mikrozonasi gempa, merencanakan bangunan tahan gempa bumi, serta menggencarkan pendidikan masyarakat melalui sosialisasi mitigasi bahaya gempa. (PN-001)

Tags

Newsletter Signup

Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus error sit voluptatem accusantium doloremque.

Post a Comment