News Breaking
Live
wb_sunny

Breaking News

Akankah Muzni Zakaria Terkena "Jumat Keramat"?

Akankah Muzni Zakaria Terkena "Jumat Keramat"?


JAKARTA - Bupati Solok Selatan, Muzni Zakaria selesai diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dugaan suap proyek pembangunan Masjid Agung Solok Selatan dan Jembatan Ambayan, di Kantor KPK, Kamis (5/9/2019). Pemeriksaan tersebut baru pemeriksaan awal. Besok, Jumat, menjadi hari yang diduga sangat keramat di KPK. Sebab, banyak para tersangka KPK ditahan di hari Jumat. Akankah Muzni bakal terkena "Jumat Keramat"?

Istilah "Jumat Keramat" sangat terkenal di KPK. Sebab, KPK sering kali mengumumkan tersangka dilanjutkan dengan penahanan pada hari Jumat. Disebut "keramat" itu juga karena para tersangka yang habis diperika KPK biasanya langsung ditahan di rutan.

Sekedar mengingatkan, kasus korupsi paling populer setahun belakangan ini, yang ditangani KPK juga terjadi pada hari Jumat. Mantan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Setya Novanto, yang resmi menjadi tahanan KPK, dengan surat perintah penanganannya terhitung pada Jumat, 17 November 2017.

Gubernur Jambi Zumi Zola yang jadi tersangka atas dugaan penerima hadiah atau gratifikasi terkait proyek-proyek di Provinsi Jambi. Tidak tanggung-tanggung, mantan pesinetron ini sejak jadi gubernur pada 2016 lalu sudah menerima gratifikasi sebesar Rp 6 miliar. Oleh karena itu, KPK pun menetapkan Zumi Zola sebagai tersangka sejak Jumat, 2 Februari 2018.

Sederet politikus lainnya yang punya jabatan tinggi juga ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada Jumat keramat. Mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum yang ditetapkan sebagai tersangka pada Jumat, 22 Februari 2012. Ada pula Komisi Olahraga DPR Angelina Sondakh yang ditetapkan sebagai tersangka pada Jumat, 3 Februari 2012. Dan mantan Menteri Agama Suryadharma Ali yang ditetapkan sebagai tersangka pada Jumat, 1 April 2015.

Meskipun begitu, pihak KPK udah pernah membantah kalau Jumat dijadikan hari keramat. Sebab, enggak ada aturan tentang penetapan tersangka yang harus dilakukan di hari Jumat.

Pada pemeriksaan Kamis tadi, Muzni mengaku hanya dicecar 4 sampai 5 pertanyaan oleh penyidik terkait tugas pokok dan fungsinya sebagai Bupati Solok Selatan.

"4 sampai 5 (pertanyaan) persoalan tupoksi (tugas pokok dan fungsi)," ujar Muzni di Gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, seperti dikutip detik.com, Kamis (5/9/2019).

Dia mengaku tidak ditanya terkait penerimaan uang. Muzni mengatakan penyidik juga bertanya mengenai pembuatan struktur organisasi pada Muzni.

"(Dugaan penerimaan uang) belum, belum (ditanya). Cuma baru menstruktur organisasi seperti apa, segala macam. Belum (ditanya dugaan penerimaan uang), kan baru panggilan kedua," katanya.

Muzni mengatakan dirinya akan selalu patuh hukum dan bersikap koperatif selama pemeriksaan. Dia juga membantah kalau ada pihak yang mendatanginya terkait proyek pembangunan masjid dan jembatan.

"Nggak ada, nggak ada (pertemuan) itu, kasusnya lain lagi, nggak ada hubungannya, nggak ada, nggak ada," jelasnya.

Diketahui, Muzni hari ini diperiksa sebagai tersangka. Selain itu, ada dua orang lainnya juga diperiksa sebagai saksi dari Muzni terkait kasus ini.

Dalam kasus ini, Muzni ditetapkan KPK sebagai tersangka karena diduga menerima suap Rp 460 juta untuk proyek pembangunan Jembatan Ambayan. KPK juga menduga ada aliran suap lain yang dialirkan ke Muzni senilai Rp 315 juta terkait proyek pembangunan Masjid Agung Solok Selatan.

Suap itu diduga diberikan atas permintaan Muzni kepada Yamin selaku kontraktor. Muzni diduga memerintahkan bawahannya agar memenangkan perusahaan Yamin agar menggarap kedua proyek tersebut.

KPK sebelumnya menetapkan Muzni sebagai tersangka dugaan suap proyek pembangunan Masjid Agung Solok dan Jembatan Ambayan. Muzni diduga telah menerima uang ratusan juta rupiah dari pemilik Grup Dempo, Muhammad Yamin Kahar, yang juga sudah berstatus tersangka.

Kasus ini bermula pada tahun 2018 saat Pemkab Solok Selatan mencanangkan beberapa proyek strategis. Di antaranya pembangunan Masjid Agung Solok senilai Rp 55 miliar dan Jembatan Ambayan senilai Rp 14,8 miliar.

Muzni, pada rentang Januari hingga Maret 2018, mendatangi Yamin Kahar untuk menawarkan paket pengerjaan masjid dan jembatan tersebut. Penawaran itu disambut baik Yamin.

Untuk pengerjaan Masjid Agung Solok Selatan, Yamin memberikan uang kepada sejumlah bawahan Muzni yang merupakan pejabat di Pemkab sejumlah Rp 315 juta. Sedangkan untuk pengerjaan Jembatan Ambayan, Muzni diduga menerima Rp 460 juta dari Yamin.

KPK telah menggeledah tiga lokasi terkait penyidikan kasus dugaan suap tersebut. Ketiga lokasi itu yakni kantor Muzni, kantor LPSE (Layanan Pengadaan Secara Elektronik), dan kantor Dinas PU Solok Selatan. Dari ketiga lokasi, tim KPK mengamankan sejumlah dokumen yang terkait dengan proyek yang tengah disidik KPK.

Sebagai pihak yang diduga menerima suap, Muzni disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Sementara selaku pemberi suap, Yamin dijerat Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. (*/IN-001)

Tags

Newsletter Signup

Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus error sit voluptatem accusantium doloremque.

Post a Comment