Ketika Pejabat Sudah Kehilangan Rasa Malu, Kepemimpinan Otoriter Bermuka Tembok Melahirkan Para Penjilat
Ketika Pejabat Sudah Kehilangan Rasa MaluKepemimpinan Otoriter Bermuka Tembok Melahirkan Para Penjilat
Tidak akan ada yang memimpin segerombolan tikus, kecuali seekor tikus. Tidak akan memimpin segolongan singa, kecuali seekor singa. Kepemimpinan lahir dari oligarki singa maupun tikus akan menciptakan kebencian dan berujung kepemimpinan otoriter bermuka tembok. Terlalu lama dibiarkan, kepemimpinan otoriter bermuka tembok akhirnya melahirkan para penjilat.
Dalam kepemimpinan otoriter, atasan dan orang-orang terdekatnya cenderung memiliki kontrol yang sangat ketat atas bawahan dan tidak mentolerir perbedaan pendapat. Hal ini dapat membuat bawahan merasa dipaksa untuk setuju dengan segala keputusan atasan. Dalam situasi seperti ini, bawahan mungkin merasa bahwa mereka harus menjadi "penjilat" untuk mendapatkan pengakuan atau keuntungan dari atasan.
Kepemimpinan otoriter memiliki dampak negatif pada organisasi, seperti kurangnya inovasi, kurangnya akuntabilitas, dan tingkat stres (ketegangan) yang tinggi di kalangan bawahan.
Ketika Pejabat Sudah Kehilangan Rasa Malu, Kepemimpinan Otoriter Bermuka Tembok Melahirkan Para Penjilat
Dalam sistem pemerintahan yang sehat, pejabat publik diharapkan untuk menjadi contoh dan teladan bagi masyarakat. Mereka diharapkan untuk memiliki integritas, transparansi, dan akuntabilitas dalam menjalankan tugasnya. Namun, ketika pejabat sudah kehilangan rasa malu, maka yang terjadi adalah kepemimpinan otoriter yang bermuka tembok dan melahirkan para penjilat.
Kehilangan Rasa Malu: Awal dari Segala Kerusakan
Rasa malu adalah salah satu aspek penting dalam menjaga integritas dan moralitas seseorang. Ketika pejabat sudah kehilangan rasa malu, mereka tidak lagi memiliki kesadaran untuk bertindak dengan integritas dan transparansi. Mereka lebih peduli dengan mempertahankan kekuasaan dan kepentingan pribadi daripada melayani masyarakat.
Menurut ahli psikologi, Abraham Maslow, "Ketika seseorang kehilangan rasa malu, mereka akan kehilangan kontrol atas diri sendiri dan menjadi budak bagi keinginan dan kepentingan pribadi." (Maslow, 1943)
Kepemimpinan Otoriter Bermuka Tembok: Ciri-Ciri dan Dampaknya
Kepemimpinan otoriter yang bermuka tembok tidak mentolerir kritik atau perbedaan pendapat. Mereka cenderung memiliki kontrol yang sangat ketat atas bawahan dan tidak ragu untuk menggunakan kekuasaan untuk membungkam suara-suara kritis. Dalam situasi seperti ini, bawahan merasa dipaksa untuk setuju dengan segala keputusan atasan, bahkan jika mereka tidak setuju atau memiliki pendapat yang berbeda.
Menurut ahli manajemen, Peter Drucker, "Kepemimpinan yang efektif bukan tentang kekuasaan, tetapi tentang pengaruh." (Drucker, 2008) Namun, kepemimpinan otoriter yang bermuka tembok tidak peduli dengan pengaruh, tetapi lebih peduli dengan kekuasaan dan kontrol.
Melahirkan Para Penjilat: Konsekuensi dari Kepemimpinan Otoriter
Ketika pejabat sudah kehilangan rasa malu dan kepemimpinan otoriter yang bermuka tembok menjadi dominan, maka para penjilat akan bermunculan. Penjilat adalah orang-orang yang rela melakukan apa saja untuk mendapatkan pengakuan dan keuntungan dari atasan. Mereka tidak memiliki prinsip dan integritas, dan rela mengorbankan nilai-nilai yang benar untuk mendapatkan kekuasaan dan harta.
Menurut ahli filsafat, Aristoteles, "Penjilat adalah orang yang tidak memiliki harga diri dan martabat." (Aristoteles, 350 SM) Penjilat dapat mempengaruhi kebijakan publik untuk kepentingan pribadi dan kelompok, sehingga merugikan masyarakat luas.
Dampak Negatif dari Kepemimpinan Otoriter dan Penjilat
Kehadiran penjilat dalam pemerintahan dapat memiliki dampak negatif yang signifikan. Mereka dapat menciptakan budaya korupsi dan nepotisme, di mana kekuasaan dan harta menjadi lebih penting daripada integritas dan kompetensi. Hal ini dapat menyebabkan berbagai masalah, sepertk Kurangnya akuntabilitas dan transparansi, tingkat stres yang tinggi di kalangan bawahan, kurangnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah, dan kemacetan dalam proses pengambilan keputusan
Upaya Pencegahan dan Penanganan
Untuk mencegah terjadinya kepemimpinan otoriter dan melahirkan penjilat, perlu dilakukan beberapa hal, seperti meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam pemerintahan, mendorong partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan keputusan, mengembangkan kepemimpinan yang inklusif dan mempromosikan keragaman dan kesetaraan, dan meningkatkan kesadaran dan pendidikan tentang pentingnya integritas dan nilai-nilai demokrasi.
Ketika pejabat sudah kehilangan rasa malu, kepemimpinan otoriter yang bermuka tembok akan melahirkan para penjilat. Hal ini dapat memiliki dampak negatif yang signifikan bagi masyarakat dan pemerintahan. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya untuk mencegah terjadinya kepemimpinan otoriter dan meningkatkan kesadaran dan pendidikan tentang pentingnya integritas dan nilai-nilai demokrasi.
Sekda Medison jadi Sasaran Tembak Media Lokal
Di kalangan pejabat dan ASN Pemkab Solok, terutama yang pada Pilkada 2024 lalu "menentukan sikap" berada di barisan "birokrat pejuang" JFP-Candra, "lagu dan musiknya" nasibnya malah berujung getir. Niat hati ingin menjadi "sesuatu" yang posisi "istimewa" layaknya para think tank di periode-periode pemerintahan sebelumnya, ternyata, perjuangan mereka di Pilkada Kabupaten Solok 2024, sama sekali tak dihargai. Sebanyak tiga orang, yakni Effia Vivi Fortuna Adhadi, ST, MM (Kadis PUPR), Elafki (Kasat Pol PP Damkar) dan Romi Hendrawan (Kadis DPMM), mendapat perlakuan yang sama seperti para birokrat yang berlawanan dengan JFP-Candra. Vivi, Elafki dan Romi tetap mengikuti Jobfit seperti pejabat lainnya, termasuk dua calon pejabat impor dari Kota Solok dan Kabupaten Solok Selatan. Bahkan, Muhammad Djoni, S.Sos, MM, dilakukan "Evaluasi Khusus" oleh Panitia Seleksi (Pansel) JPT Pratama Pemkab Solok yang diketuai oleh Drs. Bustamar, MM.
Nama Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Solok, Medison, S.Sos, M.Si, langsung menjadi sorotan. Medison disebut-sebut sebagai "pengendali" untuk "mengamankan" para pejabat yang loyal ke mantan Bupati Capt. Epyardi Asda. Dalam laporan media lokal 7.topone.id, sejumlah warga menyampaikan kritik tajam terhadap Medison, yang dinilai "bermuka dua" dan mementingkan kelangsungan kariernya dengan bermain aman secara politik.
"Gaya mainnya ke Epyardi Asda dulu, sekarang ke Jon Firman Pandu. Medison ini memang cerdik dalam menyelamatkan jabatan," ujar seorang warga di Solok yang enggan disebutkan namanya, baru-baru ini.
Masyarakat berharap agar Bupati Solok Jon Firman Pandu bersama Wakil Bupati Candra bersikap tegas dan objektif dalam mengevaluasi posisi Medison sebagai Sekda. Pasalnya, banyak yang menilai bahwa Medison dulunya berada di kubu lawan, namun kini terlihat "merapat" setelah kekuasaan berganti.
"Dulu dia (Medison) menggerakkan ASN untuk mengalahkan Jon Firman Pandu–Candra, sekarang merapat setelah mereka menang. Beginikah mental seorang Sekda?," ucap warga dengan nada kecewa.
Media lokal 7.topone.id, menyatakan Sekda Medison, S.Sos, M.Si, adalah panglima birokrat yang mendukung Emiko dan Irwan Afriadi. Bahkan, Medison, S.Sos, M.Si dituding 7.topone.id sebagai pejabat bermuka tembok, karena ketika Emiko-Irwan kalah, justru merapat ke JFP-Candra.
Nama Medison juga dikaitkan dengan penempatan Ny. Kurnia Jon Firman Pandu (istri Bupati Solok) sebagai Kepala Bagian Protokol dan Komunikasi Pimpinan (Prokomp). Padahal, yang bersangkutan juga menjabat sebagai Ketua TP-PKK Kabupaten Solok, yang menimbulkan dugaan konflik kepentingan.
"Dia adalah otak di balik penempatan posisi strategis untuk orang-orang dekat pimpinan," kata sumber lain yang ikut mengkritisi kebijakan tersebut.
Nama Medison juga dikaitkan dengan penempatan Ny. Kurnia Jon Firman Pandu (istri Bupati Solok) sebagai Kepala Bagian Protokol dan Komunikasi Pimpinan (Prokomp) dan Pelaksana Tugas (Plt) Staf Ahli (eselon II). Padahal, yang bersangkutan juga menjabat sebagai Ketua TP-PKK Kabupaten Solok, yang menimbulkan dugaan konflik kepentingan.
"Dia adalah otak di balik penempatan posisi strategis untuk orang-orang dekat pimpinan," kata sumber lain yang ikut mengkritisi kebijakan tersebut. (rijal islamy)

Post a Comment