News Breaking
Live
wb_sunny

Breaking News

Viral Jenazah Guru Ditandu 14 Kilometer di Solok: "Salah Sendiri Hidup di Hutan (Lindung)"

Viral Jenazah Guru Ditandu 14 Kilometer di Solok: "Salah Sendiri Hidup di Hutan (Lindung)"

Viral Jenazah Guru Ditandu 14 Kilometer di Solok: "Salah Sendiri Hidup di Hutan (Lindung)"

Pemkab Solok Salahkan Gamawan Fauzi, Gusmal, Syamsu Rahim hingga Epyardi Asda

Lubuk Rasam bukan sekadar titik di peta, melainkan simbol dari ribuan suara rakyat yang menunggu perhatian. Ironisnya, Kabupaten Solok disebut kaya potensi, tapi di pelosoknya, rakyat masih harus memikul beban berat. Sementara, Bupati, Wakil Bupati, DPRD, Sekda, OPD dan jajaran Pemkab Solok, dengan "bangga" seringkali mem-posting kunjungannya ke luar daerah. Bahkan dengan tagar di Medsos: "Menjemput Kue Pembangunan ke Pusat", sementara, kondisi di daerah begitu tragis dan memilukan.

Arosuka, PATRONNEWS.co.id – Bupati Solok Jon Firman Pandu, SH, melalui akun TikTok pribadinya dan release Dinas Kominfo Kabupaten Solok, memberikan klarifikasi terkait unggahan dan pemberitaan terkait jenazah seorang guru yang ditandu sejauh 14 kilometer, karena kondisi jalan rusak di Jorong Lubuak Rasam, Nagari Surian, Kecamatan Pantai Cermin, Kabupaten Solok, Sumatera Barat. Bupati Jon Firman Pandu dan Pemkab Solok justru "membersihkan diri" dengan menyalahkan pemerintahan sebelumnya. Yakni dua periode pemerintahan Bupati Dr. H. Gamawan Fauzi, SH, MM (1995-2005), Dr. H. Gusmal, SE, MM (2005-2010, 2016-2021), Drs. H. Syamsu Rahim (2010-2015) dan Capt. Epyardi Asda, M.Mar (2021-2025).

Melalui unggahan video di akun TikTok pribadinya @jonpandu, Bupati Jon Pandu menegaskan bahwa jalan menuju Lubuak Rasam belum dapat dibangun karena berada di dalam kawasan Hutan Lindung. Menurutnya, Pemkab Solok tak mau terjerat masalah, meskipun demi memperjuangkan hak masyarakat untuk hidup layak. Berdasarkan aturan yang berlaku, pemerintah daerah tidak diperkenankan membangun infrastruktur di kawasan tersebut tanpa izin resmi dari pemerintah pusat.

"Kalau jalan itu kita bangun begitu saja, maka pemerintah daerah justru akan melanggar hukum dan bisa dikenai sanksi. Karena wilayah itu masih masuk ke dalam kawasan Hutan Lindung. Kita tidak boleh menabrak aturan. Justru dengan mengikuti prosedur hukum, kita sedang melindungi kepentingan masyarakat dan pemerintah daerah agar tidak terjerat masalah di kemudian hari. Kami berharap masyarakat dapat memahami kondisi hukum yang berlaku," tegas Bupati Jon Pandu dalam klarifikasinya.

Dinas Kominfo Kabupaten Solok dalam release-nya justru memaparkan serangkaian aturan dan undang-undang, yang bagi orang awam saja, masih sangat asing dan tentu saja sulit memahaminya. Seperti Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan, yang mengatur tentang pemberian Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) untuk kegiatan di luar sektor kehutanan, seperti pembangunan jalan umum atau akses publik. Bahkan, juga dijelaskan Dinas Kominfo, bahwa selain izin, pembangunan juga wajib memenuhi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) atau UKL–UPL. Kemudian, rencana teknis yang menjamin fungsi lindung tetap terjaga (seperti drainase, revegetasi, dan pembatasan lebar jalan), serta rehabilitasi lahan kompensasi bila terjadi perubahan tutupan hutan.

"Membangun jalan tanpa izin di kawasan hutan lindung merupakan pelanggaran berat dan dapat dikenai sanksi pidana sebagaimana diatur dalam UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, Pasal 50 dan 78 : Pidana penjara hingga 10 tahun, dan/atau Denda hingga Rp5 miliar. Selain itu, pelaku wajib melakukan pemulihan lingkungan, termasuk pemerintah daerah bila terbukti lalai," tulis release Dinas Kominfo Kabupaten Solok.

Tentu, menjadi pertanyaan besar, mengapa sebuah sekolah negeri bisa dibangun, jika akses jalan tidak ada. 

Mengapa Belum Pernah Dibangun Sejak Era Bupati Sebelumnya ?

Dinas Kominfo Kabupaten Solok juga memaparkan, jika ditelusuri lebih dalam, pertanyaan publik tentang mengapa jalan ke Lubuk Rasam belum pernah dibangun sebenarnya bukan baru muncul di era Bupati Jon Pandu. Fakta menunjukkan, sejak masa pemerintahan Bupati Gamawan Fauzi, Bupati Gusmal, Bupati Syamsu Rahim hingga Bupati Epyardi Asda, akses jalan menuju wilayah ini memang selalu menghadapi kendala yang sama: status kawasan hutan lindung.

"Jika dipandang dari sudut objektif, setiap kepala daerah pada zamannya telah berusaha mencari solusi sesuai kewenangannya, namun batas hukum dan izin dari Kementerian LHK menjadi faktor penentu yang tidak bisa diabaikan. Hal ini bukan karena tidak ada upaya, tetapi karena terkurung oleh aturan perundang-undangan yang ketat dalam pengelolaan kawasan hutan," ungkapnya.

Mengabdi 33 Tahun, Jenazah Guru di Solok Harus Ditandu 14 Kilometer karena Jalan Rusak

Sebelumnya, beredar luas di media sosial jenazah seorang guru Sekolah Dasar Negeri di Nagari Surian Kecamatan Pantai Cermin, Kabupaten Solok, harus digotong warga jalan kaki, karena akses jalan yang buruk menuju pemakaman. Dalam video tersebut, tampak jenazah ditandu beramai-ramai secara gotong royong, melewati jalan yang belum di aspal, sehingga tidak bisa dilewati oleh kendaraan roda empat.

Saat dikonfirmasi, Camat Pantai Cermin, Gerry Candra pada Selasa (28/10/2025) membenarkan informasi tersebut. Gerry menuturkan, jenazah yang digotong tersebut yakni Yenti Risna (59).

"Almarhumah merupakan guru di SD N 20 Lubuak Rasam, Nagari Surian. Wafat pada usia 59 tahun, beliau telah mengabdi menjadi ASN selama 33 tahun," kata Gerry, seperti dilansir infosumbar.

Lebih lanjut, Gerry menceritakan, Almarhumah Yenti, meninggal dunia di Jorong Lubak Rasam sekitar pukul 05.30 WIB pada Senin (27/10/2025).

"Setelah sampai di lokasi pemakaman, jenazah dikebumikan sekitar pukul pukul 15.00 WIB, di Jorong Pisau Hilang, Nagari Lolo,” ujarnya.

Membutuhkan waktu tempuh hingga 5 Jam

Dalam proses pengantaran jenazah, jasad guru tersebut di tandu dari Jorong Lubuak Rasam oleh keluarga, masyarakat serta bersama rekan sejawat dari PGRI, di bawah koordinir Ketua PGRI Pantai Cermin.

"Lebih kurang, perjalanan yang harus ditempuh mencapai 4-5 jam," ungkap Gerry.

Hal ini, dikarenakan jarak tempuh Jorong Lubuak Rasam, menuju ke pusat Nagari Surian yakni sepanjang 14 Kilometer.

Selain jauh, medan yang harus ditempuh tidaklah mudah, warga harus melewati jalan perbukitan yang menanjak, dan jalan yang belum teraspal.

"Akses jalan ini merupakan jalan satu-satunya, dan tidak ada jalan alternatif lain," tandasnya.

Selain ditempuh dengan jalan kaki, akses jalan tersebut hanya bisa dilewati kendaraan roda dua.

"Bisa dilewati kendaraan, tapi hanya sepeda motor trail dan sejenisnya. Kalau sepeda motor biasa tidak bisa," jelasnya.

Tamparan Moral bagi Pemerintah

Kisah jenazah guru yang ditandu ini bukan sekadar tragedi, tapi tamparan moral bagi pemerintah daerah. Namun, di balik itu, semangat gotong-royong dan empati masih ada bagi "penghuni hutan" (lindung). Dalam visi misi "Solok Sejuk dan Damai" akses dasar seperti jalan seharusnya menjadi prioritas. Namun, realitas di lapangan menunjukkan kesenjangan antara rencana dan pelaksanaan. Tanggung jawab pemerintahan tidak berhenti pada laporan serapan anggaran, tetapi diuji pada seberapa jauh kebijakan hadir di tengah penderitaan rakyat.

Lubuk Rasam bukan sekadar titik di peta, melainkan simbol dari ribuan suara rakyat yang menunggu perhatian.

Yang paling ironis, Kabupaten Solok disebut kaya potensi, tapi di pelosoknya, rakyat masih harus memikul beban yang seharusnya ditanggung oleh kebijakan publik. Sementara, Bupati, Wakil Bupati, DPRD, Sekda, OPD dan jajaran Pemkab Solok, dengan "bangga" seringkali mem-posting kunjungannya ke luar daerah. Bahkan dengan tagar di Medsos: "Menjemput Kue Pembangunan ke Pusat", sementara, kondisi di daerah begitu tragis dan memilukan.

"Kami bukan minta jalan tol, hanya minta jalan yang bisa dilewati," ucap seorang warga dengan nada getir. (PN-001)

Tags

Newsletter Signup

Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus error sit voluptatem accusantium doloremque.

Post a Comment