Teori Ilmu Hukum dalam Perkembangan E-Commerce
Perkembangan teknologi informasi telah melahirkan bentuk transaksi baru yang dikenal sebagai electronic commerce (e-commerce). Perubahan ini menimbulkan tantangan bagi sistem hukum tradisional, yang pada awalnya dirancang untuk transaksi konvensional. Artikel ini membahas penerapan beberapa teori ilmu hukum yang relevan dalam mengkaji dan mengatur praktik e-commerce, termasuk teori positivisme hukum, hukum alam, hukum sosial, hukum ekonomi, serta teori cyber law. Melalui pendekatan multidisipliner, artikel ini menunjukkan bahwa pembentukan dan penegakan hukum di bidang e-commerce harus mampu menyeimbangkan antara kepastian hukum, keadilan, efisiensi ekonomi, dan perlindungan konsumen.Secara singkat, e-commerce dapat dipahami sebagai jenis transaksi perdagangan baik barang maupun jasa melalui media elektronik. Dalam bidang operasionalnya, e-commerce ini dapat berbentuk Business to Business (B to B) atau Business to Consumers (B to C). Khusus untuk B to C, pada umumnya posisi konsumen tidak sekuat perusahaan sehingga dapat menimbulkan beberapa persoalan.
Oleh karena itu, para konsumen harus berhati-hati dalam melakukan transaksi lewat internet. Persoalan tersebut antara lain menyangkut masalah mekanisme pembayaran (payment mechanism) dan jaminan keamanan dalam bertransaksi (security risk).
Perkembangan dan Tantangan Hukum E-Commerce
Perkembangan pesat teknologi informasi dan komunikasi telah membawa perubahan signifikan dalam aktivitas perdagangan.
E-commerce sebagai salah satu inovasi digital memungkinkan pelaksanaan transaksi jual beli tanpa batasan waktu dan ruang, serta tanpa tatap muka langsung antar pihak yang bertransaksi. Fenomena ini memunculkan berbagai persoalan hukum yang baru dan kompleks, mulai dari keabsahan kontrak elektronik, perlindungan data pribadi, yurisdiksi lintas negara, hingga penegakan hukum dalam kasus penipuan digital. Untuk mengatasi masalah tersebut, diperlukan pemahaman mendalam mengenai teori-teori ilmu hukum yang dapat dijadikan landasan dalam merumuskan dan menerapkan regulasi e-commerce secara efektif dan adil.
1.Teori Positivisme Hukum
Teori positivisme hukum menekankan bahwa hukum adalah seperangkat aturan yang dibuat oleh lembaga yang berwenang dan memiliki sanksi yang jelas bagi pelanggar. Dalam konteks e-commerce, teori ini menjadi dasar penting bagi keberlakuan aturan-aturan formal seperti Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Menurut perspektif positivisme, transaksi elektronik yang memenuhi ketentuan undang-undang dianggap sah secara hukum, termasuk pengakuan terhadap tanda tangan elektronik sebagai alat bukti yang valid. Oleh karena itu, keberadaan regulasi yang jelas sangat penting untuk memberikan kepastian hukum bagi pelaku usaha dan konsumen dalam dunia digital.
2.Teori Hukum Alam
Teori hukum alam berasumsi bahwa hukum harus sesuai dengan nilai keadilan dan moralitas universal. Dalam e-commerce, teori ini mendorong pelaku usaha untuk bertransaksi dengan itikad baik, transparan, dan adil, serta menghindari praktik yang menipu konsumen seperti penyembunyian informasi atau manipulasi data produk. Penerapan prinsip-prinsip hukum alam dalam e-commerce bertujuan memastikan bahwa kemajuan teknologi tidak mengorbankan hak-hak dasar konsumen dan keadilan sosial, sehingga sistem hukum digital tetap berorientasi pada nilai-nilai kemanusiaan dan etika bisnis.
3.Teori Hukum Sosial
Roscoe Pound menyatakan bahwa hukum adalah alat rekayasa sosial yang harus disesuaikan dengan perubahan masyarakat. Hal ini relevan dalam e-commerce karena regulasi harus terus diperbarui mengikuti perkembangan teknologi, model bisnis digital baru, dan pola perilaku konsumen yang dinamis. Misalnya, pengaturan mengenai perlindungan data pribadi, keamanan transaksi, dan mekanisme penyelesaian sengketa secara daring perlu dikembangkan agar tetap relevan dan efektif menghadapi tantangan baru di dunia maya.
4.Teori Hukum Ekonomi
Teori hukum ekonomi berfokus pada pencapaian efisiensi dalam regulasi hukum. Dalam konteks e-commerce, hal ini tercermin pada kebijakan yang mempermudah transaksi digital, seperti pengakuan tanda tangan elektronik, serta sistem pembayaran elektronik yang aman dan cepat. Dengan mengurangi biaya transaksi dan risiko sengketa, hukum yang dirancang dengan pendekatan ekonomi mendorong pertumbuhan bisnis digital yang sehat dan berkelanjutan.
5.Teori Perlindungan Konsumen
Posisi konsumen dalam e-commerce sering kali lebih lemah dibandingkan pelaku usaha karena keterbatasan akses langsung ke produk dan informasi. Oleh karena itu, teori perlindungan konsumen menuntut adanya regulasi yang memberikan hak dan mekanisme perlindungan yang memadai, seperti hak pembatalan transaksi, pengaduan yang mudah, dan transparansi informasi produk.
6.Teori Cyber Law
Cyber law merupakan teori hukum modern yang khusus mengatur aktivitas di ruang siber. Dalam e-commerce, cyber law menjadi landasan hukum untuk pengakuan kontrak elektronik, keamanan data, privasi, dan yurisdiksi lintas negara. Prinsip lex informatica, yaitu norma yang muncul dari praktik teknologi itu sendiri, menjadi konsep penting dalam membangun aturan yang adaptif terhadap perubahan teknologi yang cepat. Perkembangan e-commerce menuntut paradigma hukum yang dinamis dan multidimensi. Tidak ada satu teori hukum yang cukup untuk menjelaskan seluruh fenomena e-commerce. Kombinasi teori positivisme, hukum alam, hukum sosial, hukum ekonomi, perlindungan konsumen, dan cyber law diperlukan untuk merumuskan dan menerapkan regulasi yang memberikan kepastian hukum, keadilan, efisiensi, serta perlindungan yang memadai dalam transaksi digital.
Kesimpulan:
Kepercayaan (trust) dan itikad baik (good faith) sangatlah penting dalam menjaga kelangsungan transaksi melalui e-commerce. Dalam transaksi e-commerce, kegiatan perdagangan atau niaga dilakukan melalui suatu jaringan publik dengan menggunakan koneksi internet, yang dapat menimbulkan konsekuensi berupa risiko tinggi. Oleh karena itu, diperlukan aturan hukum yang dapat melindungi para konsumen dan pelaku usaha.
Daftar Pustaka
1. Lathifah Hanim, “Pengaruh Perkembangan Teknologi Informasi Terhadap Keabsahan Perjanjian Dalam Perdagangan Secara Elektronik (e-Commerce) Di Era Globalisasi,” Jurnal Dinamika Hukum 11 (2011): 56–66.
2. Parningotan Malau et al., “Hukum Sebagai Instrumen Pengendali dan Pengarah Pembangunan Ekonomi di Era Digital,” Journal of Innovation Research and Knowledge 5, no. 1 (2025): 155–64.
3. Muhamad Danuri, “Perkembangan dan Transformasi Teknologi Digital,” Jurnal Ilmiah Infokam 15, no. 2 (2019).
4. Setiadi Setiadi, “Perlindungan Hukum Bagi Pelaku Transaksi Bisnis Online Menurut Hukum Ekonomi Syariah di Indonesia,” (UIN Sunan Gunung Djati Bandung, 2025).
5. Randy Lapian, “Pengaturan Penggunaan Tanda Tangan Elektronik Menurut UU No. 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik,” Lex Privatum 13, no. 1 (2024).
6. Tehedi Tehedi & Dinda Ayu Izmi, “Analisis Efisiensi Hukum Ekonomi Dalam Mendorong Pertumbuhan Ekonomi: Studi Kajian Pustaka,” JEBIMAN: Jurnal Ekonomi, Bisnis, Manajemen dan Akuntansi 3, no. 4 (2025): 291–98.
7. Sahat Maruli Tua Situmeang, Cyber Law (CV Cakra, 2020).
8. Rupertus Arvinci Ngabut, “Filsafat Positivisme Hukum Dalam Pemberantasan Pencucian Uang: Analisis Kepastian Hukum dan Implementasi di Indonesia,” Jurnal Hukum Lex Generalis 5, no. 10 (2024).

Post a Comment