Rico Alviano: Amanah UU No 32 Tahun 2009 Tentang Lingkungan Hidup Penting dalam Penegakan Hukum
Jakarta, PATRONNEWS.co.id - Anggota Komisi XII DPR dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Rico Alviano, menyoroti masih adanya perusahaan yang melanggar Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH) serta Peraturan Pemerintah (PP) No. 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3). Rico menegaskan bahwa perusahaan yang melanggar aturan harus diberikan tindakan tegas, salah satunya melalui penyegelan perusahaan yang tidak mematuhi ketentuan yang berlaku.“Kita tidak bisa menutup mata dan membiarkan pelanggaran terhadap UU PPLH dan PP Pengelolaan Limbah B3. Semua perusahaan harus mematuhi aturan yang ada. Jika ada yang bandel, berikan sanksi berat, seperti penyegelan perusahaan, agar tidak ada lagi perusahaan yang melanggar,” tegas Rico Alviano di Jakarta, Senin (14/7/2025).
Anggota DPRD Propinsi Sumatera Barat periode 2019-2024 juga menjelaskan ada beberapa sanksi terkait sesuai UU lingkungan Hidup Tahun 2009 Sanksi tersebut dirincikan dalam Pasal 82 C UU No. 39/2009 dan Pasal 508 PP No. 22/2021 berupa teguran tertulis, paksaan pemerintah, denda administratif, pembekuan Perizinan Berusaha dan/atau pencabutan Perizinan Berusaha. berikut bentuk sanksi administratif yang diterapkan ke penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan.
Teguran Tertulis (Pasal 510 PP No. 22/2021) Sanksi ini tercantum pada Pasal 510 PP No. 22/2021. Sanksi administratif berupa teguran tertulis dapat diterapkan jika penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan melanggar.
Paksaan Pemerintah (Pasal 511 s.d 513 PP No. 22/2021) Sanksi administratif berupa paksaan pemerintah diterapkan kepada penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang tidak melaksanakan perintah dalam teguran tertulis dalam jangka waktu yang telah ditetapkan. didahului teguran tertulis jika pelanggaran yang dilakukan menimbulgi Lingkungan Hidup jika tidak segera dihentikan pencemaran dan/atau kerusakannya. Sanksi administratif berupa paksaan pemerintah dapat dilakukan dalam bentuk. Penyitaan terhadap barang atau alat transportasi yang berpotensi menimbulkan pelanggaran. Penghentian sementara sebagian alat atau seluruh usaha dan/atau kegiatan. Kewajiban menyusun DELH atau DPLH. Tindakan lain yang bertujuan untuk menghentikan pelanggaran dan tindakan memulihkan fungsi Lingkungan Hidup.
Denda Administratif (Pasal 514 s.d. 520 PP No. 22/2021) Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan dikenai sanksi administratif berupa denda administratif jika memenuhi kriteria. Terkait Persetujuan Lingkungan; Menyusun Amal tanpa sertifikat kompetensi penyusun Amdal; Karena kelalaiannya, melakukan perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya Baku Mutu Udara Ambien, Baku Mutu Air, Baku Mutu Air Laut, baku mutu gangguan, dan/atau Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan Hidup yang tidak sesuai dengan Perizinan Berusaha terkait Persetujuan Lingkungan yang dimilikinya; dan/atau Melakukan perbuatan yang mengakibatkan Pencemaran Lingkungan Hidup dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup, di mana perbuatan tersebut dilakukan karena kelalaian dan tidak mengakibatkan bahaya kesehatan manusia dan/atau luka dan/atau luka berat, dan/atau matinya orang.
Pembekuan Perizinan Berusaha (Pasal 521 PP No. 22/2021) Pembekuan Perizinan Berusaha tersebut ditetapkan terhadap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang tidak melaksanakan paksaan pemerintah, tidak membayar denda administratif, dan/atau tidak membayar denda setiap keterlambatan atas pelaksanaan paksaan pemerintah.
Pencabutan Perizinan Berusaha (Pasal 522 PP No. 22/2021) Pencabutan Perizinan Berusaha diterapkan terhadap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang: Tidak melaksanakan kewajiban dalam paksaan pemerintah; Tidak membayar denda administratif, tidak membayar denda administratif.
"Tidak melaksanakan kewajiban dalam pembekuan Perizinan tentu pilihan terakhir akan kita lakukan. Dengan ketentuan jika kerusakan lingkunganhiidup yang tidak dapat ditanggulangi atau sulit dipulihkan,"pungkas Politisi yang juga Sekretaris DPW PKB Sumatera Barat ini. (EKO/PN-001)
Post a Comment