Sidang Paripurna Sepi, Keseriusan DPRD Kabupaten Solok Dipertanyakan
Sidang Paripurna DPRD Kabupaten Solok yang digelar pada Kamis (26/06/2025) di Gedung Pertemuan DPRD, kembali menjadi sorotan publik. Bukan karena substansi pembahasannya yang strategis, melainkan karena minimnya kehadiran para anggota dewan dalam rapat yang seharusnya menjadi forum tertinggi dalam pengambilan arah kebijakan daerah.
Suasana sepi itu bahkan membuat Bupati Jon Firman Pandu terkejut. Begitu memasuki ruang sidang dengan langkah tergesa–mengira dirinya terlambat—Bupati spontan bertanya, “Mana kawan-kawan anggota DPRD? Kok sepi?” ujarnya sambil melempar tawa kecil yang gagal menutupi raut keheranannya. Potongan momen ini kian menegaskan betapa kurangnya partisipasi wakil rakyat pada forum penting tersebut.
Sidang yang dijadwalkan untuk penyampaian Nota Pengantar Bupati Solok terkait Perubahan KUA-PPAS Tahun Anggaran 2025 serta penetapan mekanisme dan tempat pembahasan ini akhirnya didominasi oleh bangku kosong. Hanya segelintir anggota DPRD yang tampak hadir, sementara sebagian besar kursi wakil rakyat tetap kosong tanpa penjelasan yang jelas kepada publik.
Hadir dalam sidang tersebut antara lain Bupati Solok Jon Firman Pandu, Wakil Ketua I DPRD Armen Plani, Wakil Ketua II DPRD Mukhlis, unsur Forkopimda, Sekretaris Daerah Medison, staf ahli, para asisten, kepala OPD, dan beberapa orang anggota DPRD.
Kondisi ini memicu kekecewaan masyarakat dan memunculkan pertanyaan serius mengenai komitmen dan tanggung jawab anggota DPRD dalam menjalankan amanah. Terlebih, sidang ini membahas agenda krusial pasca perubahan kebijakan nasional terkait efisiensi anggaran dan penyesuaian fiskal daerah.
“Jika sekelas Sidang Paripurna saja tidak dianggap penting untuk dihadiri, maka publik patut bertanya: peran apa sebenarnya yang dianggap penting oleh para wakil rakyat kita?” ujar seorang tokoh masyarakat yang enggan disebutkan namanya.
Inti Nota Perubahan KUA-PPAS
Dalam sambutannya, Bupati Jon Firman Pandu menyampaikan bahwa perubahan KUA-PPAS ini dilakukan karena perubahan asumsi terhadap pendapatan, belanja, dan pembiayaan daerah pada tahun berjalan. Tujuannya, agar kebijakan fiskal tetap adaptif terhadap dinamika daerah dan nasional.
Pendapatan daerah setelah perubahan diproyeksikan Rp 1,291 triliun, turun Rp 54,92 miliar dari target awal. Penurunan bersumber dari PAD (-Rp 3 miliar) dan Pendapatan Transfer (-Rp 51,92 miliar).
Belanja daerah dirasionalisasi dari Rp 1,391 triliun menjadi Rp 1,304 triliun melalui efisiensi Belanja Operasi (-Rp 51,62 miliar) dan Belanja Modal (-Rp 31,45 miliar).
Fokus belanja diarahkan pada kebutuhan mendesak sesuai perubahan RKPD 2025.
Nota pengantar perubahan KUA-PPAS kemudian diserahkan Bupati kepada pimpinan DPRD untuk pembahasan lebih lanjut.
Legislatif Kehilangan Semangat?
Minimnya kehadiran anggota dewan dalam forum puncak legislatif ini menjadi ironi di tengah tuntutan efisiensi dan akuntabilitas anggaran. Publik pun meragukan keseriusan DPRD Kabupaten Solok dalam menjalankan fungsi legislasi, penganggaran, dan pengawasan.
Situasi ini seolah menegaskan bahwa di saat eksekutif berupaya menata keuangan daerah secara efisien, gairah legislatif untuk mengawal dan memperjuangkan aspirasi rakyat justru meredup. Jika fenomena kursi kosong terus berlanjut, legitimasi lembaga wakil rakyat di mata masyarakat dikhawatirkan kian tergerus. (***)
Post a Comment