News Breaking
Live
wb_sunny

Breaking News

Dugaan Jual Beli Suara Antar Caleg di Kabupaten Solok, Diduga Libatkan Caleg Golkar dan Gerindra

Dugaan Jual Beli Suara Antar Caleg di Kabupaten Solok, Diduga Libatkan Caleg Golkar dan Gerindra

SOLOK, PATRONNEWS.CO.ID - Dugaan Tindak Pidana Pemilu (TPP) tahun 2024, mengemuka di Kabupaten Solok, Sumbar. Peristiwa ini diduga melibatkan jajaran penyelenggara Pemilu, yakni Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) Danau Kembar dan dua Caleg dari Partai Gerindra dan Partai Golkar. Hal ini juga memperlihatkan bahwa dugaan kecurangan itu, diduga melibatkan jajaran KPU sebagai penyelenggara Pemilu dan dua partai besar di Kabupaten Solok.

Jauh-jauh hari, KPU, Bawaslu, jajaran pemerintahan, hingga stake holder terkait, telah mengingatkan tentang potensi kecurangan di Pemilu. Kecurangan Pemilu berpotensi terjadi sejak awal pencalonan, saat pencoblosan, hingga penghitungan surat suara. Indikasi pelanggaran itu bisa terjadi dari vote buying alias jual beli suara, menyuap penyelenggara, intimidasi penyelenggara, indikasi kecurangan informasi teknologi Sirekap, mobilisasi pemilih yang diklaim masuk Daftar Pemilih Khusus (DPK), kongkalikong mencoblos surat suara cadangan, hingga potensi penggelembungan suara. 

Dugaan pelanggaran di Kecamatan Danau Kembar (Dapil 1 Kabupaten Solok), berawal dari temuan adanya pergeseran suara dari Caleg Partai Golkar nomor urut 1, Yetty Aswaty, ke suara Caleg Partai Gerindra nomor urut 1, Iskan Nofis. Dugaan ini diungkap oleh salah seorang masyarakat Nagari Talang, Kecamatan Gunung Talang, yang membuat laporan ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Solok, YR (61) pada Kamis (29/2/2024). 

YR melaporkan jajaran PPK Danau Kembar dan Caleg Partai Gerindra Iskan Nofis, dengan melampirkan tiga bukti dan dua orang saksi. Bukti-bukti yang dilampirkan adalah D-Hasil Rekap Kecamatan Danau Kembar, D-Hasil TPS 17 Nagari Simpang Tanjung Nan Ampek, dan Foto C-1 Plano TPS 17 Nagari Simpang Tanjung Nan Ampek Kecamatan Danau Kembar. 

Dari bukti-bukti tersebut, YR mengungkapkan adanya perubahan angka-angka pada suara Caleg nomor urut 1 Partai Golkar atas nama Yetty Aswaty, yang berpindah ke suara Caleg nomor urut 1 Partai Gerindra atas nama Iskan Nofis, S.P. Sehingga, patut diduga terjadi jual beli suara.

"Pada C-1 Salinan, suara Iskan Nofis, S.P adalah 1 suara, namun pada D hasil rekap Kecamatan, berubah menjadi 42 suara. Sementara Pada C hasil salinan suara Yetty Aswaty, SH adalah 42 suara, namun pada D hasil rekap Kecamatan, berubah menjadi 1 suara. Data tersebut diketahui setelah 3 hari sejak rekap salinan saksi didapatkan, yakni pada tanggal 27 Februari 2024. Setelah kami teliti, ditemukanlah adanya penggelembungan suara yang diambil dari suara Caleg lain dengan berbeda partai," ungkap YR. 

Atas laporannya, YR berharap Bawaslu Kabupaten Solok untuk segera menindaklanjuti temuan ini. Termasuk jika kalau ada unsur pidananya, tentu hatus ada sanksi hukum terhadap para pelaku, baik PPK maupun Caleg. 

"Untuk kecurangan seperti ini, tidak tertutup kemungkinan juga terjadi di TPS-TPS yang lain. Sesuai aturan dari Bawaslu, saat pelaporan kami juga melampirkan bukti-bukti yang ada dan disertai dengan dua orang saksi," ungkap YR. 

Saat pelaporan ini dikonfirmasi ke Ketua Bawaslu Kabupaten Solok, Titony Tanjung, dia menyebutkan, terkait kejadian khusus di TPS 17 Danau Kembar, ia sudah menginstruksikan kepada Panwascam Danau Kembar untuk berkoordinasi dengan PPK Danau Kembar. Menurut Titony, pihak Panwascam Danau Kembar mengatakan bahwa PPK Danau Kembar mengaku sudah melakukan input sesuai data riilnya, namun ketika di-save terus di-blok dan di-print, hasilnya berubah.

"Apakah itu pengaruh sinyal atau segala macamnya, nanti kita buktikan di forum rekapitulasi tingkat kabupaten. Namun terkait apakah penambahan suara itu disengaja atau tidak, kita akan melakukan kajian yang mendalam. Solusinya, direkap kabupaten nanti dari tanggal 1 sampai tanggal 3 Maret 2024, Bawaslu merekomendasikan ke KPU Kabupaten Solok serta memastikan kembali, suara itu akan dikembalikan sesuai dengan C1 salinan. Artinya, suara Partai Golkar tidak hilang, dan suara Partai Gerindra akan sesuai dengan C1 salinan," ujar Titony. 

Dijelaskan Titony, untuk mengubah hasil input Kecamatan, hanya bisa dilakukan renfoi (perbaikan) rekap di tingkat Kabupaten. Usai dilakukan input di tingkat kecamatan, aplikasi akan terkunci, dan PPK tidak bisa membukanya.

"Khusus kejadian di Kecamatan Danau Kembar, ini menjadi perhatian khusus bagi kami. Bawaslu punya data, KPU punya data dan saksi juga punya data. Suara partai politik atau peserta Pemilu dan hak-haknya tidak akan dirugikan," ujarnya.

Titony Tanjung juga mengaku sudah melakukan komunikasi dan koordinasi dengan Caleg Partai Golkar Yetty Aswaty. Titony juga mengatakan pihaknya akan mengawal perekapan hingga di tingkat Kabupaten, dan pihaknya akan menyesuaikan data sesuai dengan C1 Salinan masing masing.

"Ketika Rakor terakhir dengan Panwascam se-Kabupaten Solok, kita mengintruksikan untuk menyandingkan kembali semua data data yang ada. Sehingga kejadian di Kecamatan Danau Kembar ini tidak terjadi di Kecamatan Kecamatan yang lain. Kasus di Danau Kembar ini merupakan kejadian khusus, apakah ini masuk kriteria PSU, atau hal hal lain, semua itu ada ketentuannya. Kita akan pelajari lebih dalam lagi berdasarkan dari laporan dan data-data yang ada," ungkapnya.

Titony mengatakan, di Kabupaten Solok sendiri, sejauh ini belum ada pemungutan suara ulang (PSU), dan kalau ada terindikasi akan terjadi PSU, itu nanti berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Namun, Titony justru mengatakan bahwa PSU itu bukanlah sebuah solusi. Bahkan, Titony mengatakan bagi peserta Pemilu yang suaranya kurang-kurang sedikit, lalu berharap adanya PSU untuk mendongkrak suaranya, belum tentu. Karena menurutnya, semua partai akan memanfaatkan juga kejadian ini untuk kepentingan partainya masing-masing. Selian itu, menurutnya saat PSU tersebut dilaksanakan, akan banyak indikasi pelanggaran, salah satunya money politik. 

"Di Undang-Undang nomor 7 tahun 2017 pasal 373 ayat (3) dijelaskan terkait PSU, 'Pemungutan Suara Ulang (PSU) di TPS dilaksanakan paling lama 10 (sepuluh) hari setelah hari pemungutan suara berdasarkan keputusan KPU Kabupaten/ Kota'. Artinya, untuk penyelenggaraan PSU di tingkat Bawaslu, itu waktunya sudah lewat. Tinggal lagi keputusan MK. Itupun kalau dikabulkan," tutupnya. 

Ir. Gadis M, M.Si: Tetap Diproses!

Sementara itu, Komisioner Bawaslu Kabupaten Solok, Ir. Gadis M, M.Si, mengatakan pihaknya tetap akan melakukan penelusuran, kajian awal, analisis, hingga menggelar pleno. Jika memenuhi unsur formil dan materil, mantan Ketua KPU Kabupaten Solok 2018-2023 dan Komisioner KPU Kabupaten Solok 2013-2018 tersebut menegaskan akan melanjutkan ke tahap berikutnya. Karena di Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu), selain Bawaslu, juga ada pihak Kepolisian dan Kejaksaan.

"Sepanjang ada laporan, tentu kita akan proses sesuai dengan ketentuan dan prosedur yang berlaku, kita akan lihat nanti hasil kajiannya seperti apa. Setelah ini, kami akan membuat kajian awal, kemudian kami akan gelar pleno. Kalau memenuhi unsur formil dan materil, tentu kami akan lanjutkan ke tahapan berikutnya. Kita akan lakukan pemanggilan, kalau terpenuhi unsur-unsurnya, termasul apakah itu ada unsur pidananya, nanti kita pelajari lebih dalam lagi. Karena di Gakkumdu ini, juga ada unsur lembaga Kepolisian dan lembaga Kejaksaan juga," sebut Gadis. 

Kotak Tak Bersegel di Kotobaru dan Selayo

Sebelumnya, Saksi dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Kabupaten Solok, Mariyon, mengajukan keberatan terhadap proses penghitungan suara oleh jajaran KPU Kabupaten Solok. Mariyon mengatakan banyak terjadi kejanggalan pada sejumlah tempat pemungutan suara (TPS) di daerah pemilihan (Dapil) 3 Kabupaten Solok, yakni di Nagari Kotobaru dan Nagari Selayo di Kecamatan Kubung. Menurut Mariyon, kotak suara tak disegel dari TPS ke PPS (Panitia Pemungutan Suara) di tingkat nagari, sehingga diduga kuat adanya data yang diubah.

"Sejumlah kotak suara tak disegel, diduga kuat adanya data yang diubah. Kami sudah sampaikan di forum saat Pleno Kecamatan, namun tak mendapat respon dari PPK dan Panwaslu," terangnya, Selasa (27/2/24). 

Atas kejadian tersebut, Mariyon meminta Pleno tingkat Kabupaten Solok untuk melakukan Pemungutan Suara Ulang (PSU) di Nagari Koto Baru dan meminta kotak suara di Selayo dibuka ulang, karena diduga banyak renfoi dan C Hasil Pleno diindikasi diubah.

"Dengan adanya keputusan untuk PSU, maka pemilu berjalan jujur dan adil," paparnya.

Sementara itu, saksi dari Partai Gerindra, Hardi, menyebutkan bahwa adanya pihak penyelenggara yang mengatakan bahwa surat suara hilang yang dinyatakan surat suara tidak sah. 

"Misalnya surat suara digunakan 100, diantaranya suara tidak sah ada 10 dan suara sah 89. Sedangkan 1 suara lagi hilang, namun penyelenggara malah menyatakan suara hilang adalah suara tidak sah. Seharusnya, mereka buka kembali kotak suara sampai suara hilang tersebut ditemukan," urai Hardi. 

Namun, adalagi beberapa saksi yang tadinya keberatan, lalu tiba tiba berubah pikiran sehingga mau saja menandatangani hasil perhitungan suara. Disinyalir akibat intimidasi oknum Caleg dan oknum lainnya. Bahkan, disebutkan, ada saksi yang akhirnya membubuhkan tanda tangan, setelah ditelpon oleh salah satu petinggi partai.  

Menurut ketentuan buku pidana pemillu, pasal 538 mengatakan: "PPS yang tidak menyerahkan kotak suara tersegel, berita acara rekapitulasi hasil perhitungan perolehan suara, dan sertifikat rekapitulasi hasil perhitungan perolehan suara peserta Pemilu di tingkat PPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 393 kepada PPK dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp. 24.000.000,- (dua puluh empat juta rupiah). (*/PN-001)

Sumber: suaraindependentnews.id, kabardaerah.com

Tags

Newsletter Signup

Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus error sit voluptatem accusantium doloremque.

Post a Comment