News Breaking
Live
wb_sunny

Breaking News

Kisah Ira Tri Dewi, Pasien Pertama Positif Covid-19 yang Sembuh Pertama di Sumbar

Kisah Ira Tri Dewi, Pasien Pertama Positif Covid-19 yang Sembuh Pertama di Sumbar

Kisah Ira Tri Dewi, Pasien Positif Corona Pertama di Sumbar yang Dinyatakan Sembuh
"Belum Ada Vaksin, Kami Butuh Dukungan dan Doa"


Ira Tri Dewi (40), pasien positif Covid-19 pertama di Sumbar tersebut, juga menjadi pasien pertama yang dinyatakan sembuh! Bagaimana Ira menghadapi ruang isolasi dan kisahnya bisa sembuh dari virus yang telah merenggut ratusan ribu nyawa di dunia ini?

Walikota Bukittinggi, Ramlan Nurmatias, mengumumkan pasien pertama di Sumatera Barat yang positif terjangkit virus corona (Covid-19), Kamis pagi (26/3/2020). Pasien tersebut dirawat di Rumah Sakit Achmad Mochtar Bukittinggi, sejak 20 Maret. Hanya berselang beberapa jam kemudian, Pemprov Sumbar mengumumkan 4 pasien lagi juga positif terjangkit. Sehingga, di hari pertama tersebut, "pertahanan" Ranah Minang menghadapi Covid-19, jebol.

Walikota Bukittinggi, Ramlan Nurmatias (tengah) saat mengumumkan pasien positif Covid-19 pertama di Sumbar, Kamis (26/3/2020).

Kabar pasien pertama positif Covid-19 di Sumbar langsung membuat buncah. Tidak hanya di Ranah Minang, namun juga para perantau asal Sumbar di seluruh Indonesia dan luar negeri. Di sisi lain, sang pasien, Ira Tri Dewi, begitu syok menerima kabar bahwa dirinya dinyatakan positif Covid-19. Di hari keenam dirawat di Ruang Isolasi RSAM Bukittinggi itu, Ira mengaku pasrah. Sebab, hanya ada dua kemungkinan yang akan didapat. Yakni, meninggal atau sembuh. Dukungan dari orang tua, suami, keluarga, rekan kerja, dan masyarakat, membuat Ira optimistis dengan pilihan sembuh!

Dalam wawancara melalui aplikasi WhatsApp (WA) dengan patronnews.co.id, Sabtu (11/4/2020), Ira mengaku pertama kali tidak merasakan gejala apapun saat pulang dari dinas luar (DL) di Jakarta, tanggal 12-14 Maret 2020. Saat itu, dirinya bersama 13 perangkat di Sekretariat DPRD Tanah Datar melakukan kunjungan ke Sekretariat DPD RI. Namun, empat hari kemudian, dirinya merasakan demam, batuk, sakit kepala dan nyeri sendi. Ira kemudian mendatangi salah satu klinik untuk berobat. Oleh pihak klinik tersebut, Ira dirujuk ke RSUD Tanah Datar. Saat itu, dirinya tidak menduga apa-apa. Tapi, setelah pihak RSUD Tanah Datar merujuk dirinya ke RSAM Bukittinggi, Ira baru syok, bahwa dirinya akan diisolasi karena diduga terjangkit virus corona (Covid-19), dengan status pasien dalam pengawasan (PDP). Saat itu, Sumbar hanya memiliki dua rumah sakit rujukan untuk Covid-19, yakni RSAM Bukittinggi dan RS M Djamil Padang. Tanah Datar, lebih dekat ke Bukittinggi daripada ke Kota Padang.


Dalam perjalanannya menggunakan ambulans RSUD Tanah Datar, Ira bertanya-tanya dalam hati, seperti apa nantinya berada di ruang isolasi. Dalam sejumlah artikel dan novel yang pernah dibacanya, diisolasi berarti akan dikurung.

Namun, fikiran "menakutkan" tersebut, tiba-tiba sirna saat Ira sampai di RSAM Bukittinggi. Ira disambut dua orang perawat dan langsung dibawa ke ruangan isolasi. Kedua perawat yang akhirnya akrab dengan dirinya tersebut, adalah Hj. Misfaria Noor .M.Kep.Ns.SP. Kep.MB, yang dipanggilnya Bundo (Bunda) dan Hj. Nefri Elfika S.Kep, yang dipanggilnya dengan sebutan Uni (kakak) Ciam.

"Sambutan mereka merubah stigma saya tentang ruang isolasi. Seketika dirawat di Ruang Isolasi RSAM manjadi nyaman buat saya. Apalagi saat saya melihat dokter Dedi Rahman, S.P yang menyemangati dari ruang monitor isolasi," ungkapnya.

Sementara itu, orang tua, anak dan keluarga besarnya sangat syok dengan isolasi yang dijalani Ira di RSAM. Namun, sang suami cukup tenang menerima informasi isolasi ini. Hanya beberapa menit berada di ruang isolasi, Ira menerima begitu banyak pesan di WA yang rata-rata mendukungnya untuk menghadapi Covid-19 ini.

"Alhamdullilah. Allah memberi saya kekuatan dan kemantapan hati melawan Covid-19 ini. Doa dan dukungan banyak orang, melipatgandakan semangat saya untuk sembuh," ujarnya.


Selama berada di ruang isolasi, Ira mendapatkan perawatan dengan konsumsi antibiotik, vitamin dan obat pereda demam dan nyeri. Namun, hal yang paling menjadi obat baginya adalah dukungan penuh dari keluarga, tetangga, rekan-rekan seprofesi. Serta perawatan dan dukungan psikologis dari perawat dan dokter. Alhasil, Ira banyak menghabiskan waktunya di ruang isolasi dengan video call dengan keluarga, tetangga, teman-teman, terutama suami dan anak-anaknya yang terus memberi semangat.

"Saya merasa nyaman, meski berada di ruang isolasi. Setiap saat, saya habiskan waktu untuk tetap terhubung dengan orang-orang dekat. Melihat wajah suami, anak-anak, keluarga dan teman-teman, membuat saya sangat optimistis," ujarnya.

Di saat sudah merasa nyaman dan merasa sehat, pada Kamis (26/3/2020), Ira langsung syok, saat hasil tes swab tenggorokannya dikeluarkan oleh Pusat Diagnostik dan Riset Penyakit Infeksi Fakultas Kedokteran Universitas Andalas (Unand). Ira dinyatakan positif terjangkit Covid-19. Artinya, Ira harus melanjutkan isolasi dan tetap mendapatkan perawatan dengan konsumsi antibiotik, vitamin dan obat pereda demam dan nyeri. Sebab, hingga saat ini, vaksin untuk Covid-19 belum ada.


Singkat cerita, pada Jumat (3/4/2020), Ira mendapat kabar baik. Hasil tes swab tenggorokannya yang dikeluarkan oleh Pusat Diagnostik dan Riset Penyakit Infeksi Fakultas Kedokteran Universitas Andalas (Unand), menyatakan dirinya negatif Covid-19. Namun, kabar baik ini belum boleh diumumkan, karena untuk memastikan pasien sembuh, harus dua hasil tes yang menyatakan negatif. Akhirnya, tiga hari kemudian, tepatnya pada Senin (6/4/2020), Ira kembali dinyatakan negatif Covid-19.

"Lega rasanya. Kembali bisa berkumpul dengan keluarga dan teman-teman," ungkapnya.

Saat "kembali" ke masyarakat, Ira mengaku dirinya banyak mendapat hikmah dari kejadian ini. Menurutnya, dukungan dari seluruh elemen, akan membuat kesembuhan pasien semakin cepat. Di samping itu, menurutnya, berfikiran positif dan tetap berdoa menjadi kunci.

Sejumlah dampak/efek dirinya setelah dinyatakan positif COVID-19 adalah orang terdekat. Mereka-mereka yang dianggap dekat terpaksa dijauhi di lingkungan. Tak sedikit pula, usaha mereka terpaksa tutup. Menurutnya, hal ini tak lain akibat dari pemberitaan yang sipang siur tentang dirinya.

"Jadi efeknya mereka (orang dekat) kadang dijauhi, usahanya kadang ada yang sudah tutup saat saya dirawat. Begitu banyak efek saat saya dirawat bagi keluarga dan orang terdekat," kenangnya.


Meskipun begitu, Ira mengaku dirinya tak merasa dikucilkan setelah kembali ke rumah. Menurutnya, lingkungan sekitar para tetangga menyambut sangat baik. Meskipun, ia tetap masih berupaya mengisolasi selama 14 hari berikutnya.
Di rumah, Ira masih berupaya untuk tidak kontak langsung dengan anak-anaknya. Ira memilih menjaga jarak satu sampai dua meter, kemudian mengunakan pakai masker.

"Kalau untuk tetangga saya, alhamdulillah saat saya sakit dan sembuh mereka mendukung dengan luar biasa. Terkadang masih ada kesan horor (dari masyarakat) pasien sembuh ini, tapi Alhamdulillah itu sudah cair semua," jelasnya.


Ira juga memberikan semangat kepada para pasien-pasien yang masih berjuang di ruang isolasi. Ia meminta untuk tetap mematuhi semua instruksi dari tim medis yang menangani. 

"Tetap semangat, berdoa kepada Allah,  karena apapun ikhtiar kita selaku manusia tetap Allah yang tentukan. Berdoa dan yakinkan kita bisa sembuh. Kurangi stres, menyederhanakan masalah itu paling penting, jadi tidak terkuras energi memikirkan hal-hal yang rasanya tidak perlu. Fokus untuk sembuh dan berjuang," ujarnya. (PN-001)

Tags

Newsletter Signup

Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus error sit voluptatem accusantium doloremque.

Post a Comment